Setiap orang terdidik harus mengambil langkah langkah politik guna ikut berpartisipasi mengisi kekosongan setelah kemerdekaan, dan disini saya melihat bahwa dulu, semua organisasi ibarat benar dalam artian seperti orang islam yang masuk di partai atau organisasi yang jelas-jelas anti agama seperti komunis. Merasakan suasana saat itu dimana ada golongan tua dan muda, dan golongan tua dianggap berpolitik kompromi artinya menerima peraturan peraturan yang sebenarnya dibuat asing dan tidak terlalu baik untuk negara sehingga dianggap lembek kepada pihak asing oleh golongan muda, kaum pemuda ingin dengan cepat melakukan revolusi guna membebaskan negara yg sudah memproklamasikan kemerdekaan agar sepenuhnya tidak dicampuri urusannya oleh pihak asing dan menegaskan kepada belanda bahwa negara ini sudah merdeka dan negara ini akan melawan terhadap ancaman-ancaman keamanan suatu negara berdaulat.
Sejarah
pecinta alam kampus di Indonesia dimula pada era tahun 1960-1970 an. Pada saat
itu kegiatan politik praktis mahasiswa dibatasi dengan dikeluarkannya SK
028/3/1978 tentang Pembekuan Total Kegiatan Dewan Mahasiswa dan Senat Mahasiswa
yang melahirkan Konsep Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Tentunya hal ini
dari Kacamata saya pribadi adalah sebuah pembungkaman terhadap Indonesia, Rezim
Soekarno juga takut terhadap Mahasiswa, selama ini kita hanya mengetahui Rezim
Soeharto yang takut dan membatasi kegiatan mahasiswa
Gagasan
mula-mula pendirian Pecinta Alam kampus dikemukakan oleh Soe Hok Gie pada suatu
sore, 8 Nopember 1964 ketika mahasiswa FSUI sedang beristirahat setelah bekerja
bakti di TMP Kalibata. Sebetulnya gagasan ini, seperti yang dikemukakan Soe Hok
Gie sendiri, diilhami oleh organisasi pecinta alam yang didirikan oleh beberapa
orang mahasiswa FSUI pada tanggal 19 Agustus 1964 di Puncak Gunung Pangrango.
Organisasi yang bernama Ikatan Pencinta Alam Mandalawangi itu keanggotaannya
tidak hanya terbatas di kalangan mahasiswa saja. Semua yang berminat dapat
menjadi anggota setelah melalui seleksi yang ketat, namun sayangnya organisasi
ini mati pada usianya yang kedua.
Pada pertemuan
kedua yang diadakan di Unit III bawah gedung FSUI Rawamangun, di depan ruang
perpustakaan. Hadir pada saat itu semua yang sudah disebut ditambah Herman O.
Lantang yang saat itu menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa FSUI. Pada saat
itu dicetuskan nama organisasi yang akan lahir itu IMPALA singkatan dari Ikatan
Mahasiswa Pencinta Alam. Setelah pendapat ditampung akhirnya diputuskan nama
organisasi yang akan lahir itu IMPALA. Kemudian pembicaraan dilanjutkan dengan
membahas kapan dan dimana IMPALA akan diresmikan. Akan tetapi setelah bertukar
pikiran dengan Pembantu Dekan III bidang Mahalum yaitu Drs. Soemadio dan Drs.
Moendardjito yang ternyata juga menaruh minat terhadap organisasi tersebut dan
menyarankan agar merubah nama IMPALA menjadi MAPALA PRAJNAPARAMITA. Nama ini
diberikan oleh Bpk. Moendardjito karena menggangap nama IMPALA terlalu borjuis.
MAPALA merupakan singkatan dari Mahasiswa Pecinta Alam, selain itu MAPALA juga
memiliki arti berbuah atau berhasil. Dan PRAJNAPARAMITA berarti dewi
pengetahuan. Jadi dengan menggunakan nama ini diharapkan segala sesuatu yang
dilaksanakan oleh anggotanya akan selalu berhasil berkat perlindungan dewi pengetahuan.
Ide pencetusan pada saat itu memang didasari oleh faktor politis selain dari
hobi individual pengikutnya, dimaksudkan juga untuk mewadahi para mahasiswa
yang sudah muak dengan organisasi mahasiswa lain yang sangat berbau politik dan
perkembangannya mempunyai iklim yang tidak sedap dalam hubungannya antar
organisasi. Sampai akhirnya diresmikanlah organisasi ini pada tanggal 11
desember 1964 dengan peserta mencapai lebih dari 30 orang.
Dalam
tulisannya di Bara Eka (13 Maret 1966), Soe Hok Gie mengatakan bahwa, “Tujuan
Mapala ini adalah mencoba untuk membangunkan kembali idealisme di kalangan
mahasiswa untuk secara jujur dan benar-benar mencintai alam, tanah air, rakyat
dan almamaternya. Mereka adalah sekelompok mahasiswa yang tidak percaya bahwa patriotisme
dapat ditanamkan hanya melalui slogan-slogan dan jendela-jendela mobil. Mereka
percaya bahwa dengan mengenal rakyat dan tanah air Indonesia secara menyeluruh
barulah seseorang dapat menjadi patriot-patriot yang baik.”
Para mahasiswa
itu diawali dengan berdirinya Mapala Universitas Indonesia, mencoba menghargai
dan menghormati alam dengan menapaki alam mulai dari lautan hingga ke
puncak-puncak gunung. Mencoba mencari makna akan hidup yang sebenarnya dan
mencoba membuat sejarah bahwa manusia dan alam sekitar mempunyai kaitan yang
erat. Sejak saat itulah Pecinta Alam merasuk tak hanya di kampus melainkan ke
sekolah-sekolah, ke bilik-bilik rumah ibadah, lorong-lorong bahkan ke dalam
jiwa-jiwa bebas yang merindukan pelukan sang alam. Pionir rujukan berdirinya
mapala di Indonesia adalah Mapala UI (Universitas Indonesia). Kini, hampir
seluruh perguruan tinggi di Indonesia memiliki mapala baik di tingkat
universitas maupun fakultas hingga jurusan. Untuk mempererat sekaligus
menyatukan visi dan misi mapala secara umum, maka tiap tahun rutin diadakan
TWKM. TWKM merupakan kepanjangan dari Temu Wicara dan Kenal Medan. Sesama
pencinta alam ada Kode Etik Pencinta Alam Se-Indonesia yang disahkan bersama
dalam Gladian IV di Ujung Pandang, tanggal 29 Januari 1974.
Buku
Orang-Orang Di Persimpangan Kiri Jalan memang hanya
mengulas sebuah peristiwa sejarah dan penulis sendiri belum mendapat suatu
akhir dari apa yang dia tuliskan, sebuah narasi dari sebuah tugas akhir
mahasiswa. Banyak Pendapat dewasa ini oleh pengamat bahwa Soe Hok Gie akan
menjadi sejarawan besar diliat dari tulisannya, sayang takdir tidak berpihak
pada sang penulis yang menghembuskan nafas terakhirnya di waktu muda di pelukan
puncak Mahameru
Refrensi
Soe Hoek Gie, Orang-Orang Di
Persimpangan Kiri Jalan
Bara Eka (13 Maret 1966)
No comments:
Post a Comment