Friday, November 27, 2020

REVOLUSI dan PECINTA ALAM


Setiap orang terdidik harus mengambil langkah langkah politik guna ikut berpartisipasi mengisi kekosongan setelah kemerdekaan, dan disini saya melihat bahwa dulu, semua organisasi ibarat benar dalam artian seperti orang islam yang masuk di partai atau organisasi yang jelas-jelas anti agama seperti komunis. Merasakan suasana saat itu dimana ada golongan tua dan muda, dan golongan tua dianggap berpolitik kompromi artinya menerima peraturan peraturan yang sebenarnya dibuat asing dan tidak terlalu baik untuk negara sehingga dianggap lembek kepada pihak asing oleh golongan muda, kaum pemuda ingin dengan cepat melakukan revolusi guna membebaskan negara yg sudah memproklamasikan kemerdekaan agar sepenuhnya tidak dicampuri urusannya oleh pihak asing dan menegaskan kepada belanda bahwa negara ini sudah merdeka dan negara ini akan melawan terhadap ancaman-ancaman keamanan suatu negara berdaulat.

Sejarah pecinta alam kampus di Indonesia dimula pada era tahun 1960-1970 an. Pada saat itu kegiatan politik praktis mahasiswa dibatasi dengan dikeluarkannya SK 028/3/1978 tentang Pembekuan Total Kegiatan Dewan Mahasiswa dan Senat Mahasiswa yang melahirkan Konsep Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Tentunya hal ini dari Kacamata saya pribadi adalah sebuah pembungkaman terhadap Indonesia, Rezim Soekarno juga takut terhadap Mahasiswa, selama ini kita hanya mengetahui Rezim Soeharto yang takut dan membatasi kegiatan mahasiswa

Gagasan mula-mula pendirian Pecinta Alam kampus dikemukakan oleh Soe Hok Gie pada suatu sore, 8 Nopember 1964 ketika mahasiswa FSUI sedang beristirahat setelah bekerja bakti di TMP Kalibata. Sebetulnya gagasan ini, seperti yang dikemukakan Soe Hok Gie sendiri, diilhami oleh organisasi pecinta alam yang didirikan oleh beberapa orang mahasiswa FSUI pada tanggal 19 Agustus 1964 di Puncak Gunung Pangrango. Organisasi yang bernama Ikatan Pencinta Alam Mandalawangi itu keanggotaannya tidak hanya terbatas di kalangan mahasiswa saja. Semua yang berminat dapat menjadi anggota setelah melalui seleksi yang ketat, namun sayangnya organisasi ini mati pada usianya yang kedua.

Pada pertemuan kedua yang diadakan di Unit III bawah gedung FSUI Rawamangun, di depan ruang perpustakaan. Hadir pada saat itu semua yang sudah disebut ditambah Herman O. Lantang yang saat itu menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa FSUI. Pada saat itu dicetuskan nama organisasi yang akan lahir itu IMPALA singkatan dari Ikatan Mahasiswa Pencinta Alam. Setelah pendapat ditampung akhirnya diputuskan nama organisasi yang akan lahir itu IMPALA. Kemudian pembicaraan dilanjutkan dengan membahas kapan dan dimana IMPALA akan diresmikan. Akan tetapi setelah bertukar pikiran dengan Pembantu Dekan III bidang Mahalum yaitu Drs. Soemadio dan Drs. Moendardjito yang ternyata juga menaruh minat terhadap organisasi tersebut dan menyarankan agar merubah nama IMPALA menjadi MAPALA PRAJNAPARAMITA. Nama ini diberikan oleh Bpk. Moendardjito karena menggangap nama IMPALA terlalu borjuis. MAPALA merupakan singkatan dari Mahasiswa Pecinta Alam, selain itu MAPALA juga memiliki arti berbuah atau berhasil. Dan PRAJNAPARAMITA berarti dewi pengetahuan. Jadi dengan menggunakan nama ini diharapkan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh anggotanya akan selalu berhasil berkat perlindungan dewi pengetahuan. Ide pencetusan pada saat itu memang didasari oleh faktor politis selain dari hobi individual pengikutnya, dimaksudkan juga untuk mewadahi para mahasiswa yang sudah muak dengan organisasi mahasiswa lain yang sangat berbau politik dan perkembangannya mempunyai iklim yang tidak sedap dalam hubungannya antar organisasi. Sampai akhirnya diresmikanlah organisasi ini pada tanggal 11 desember 1964 dengan peserta mencapai lebih dari 30 orang.

Dalam tulisannya di Bara Eka (13 Maret 1966), Soe Hok Gie mengatakan bahwa, “Tujuan Mapala ini adalah mencoba untuk membangunkan kembali idealisme di kalangan mahasiswa untuk secara jujur dan benar-benar mencintai alam, tanah air, rakyat dan almamaternya. Mereka adalah sekelompok mahasiswa yang tidak percaya bahwa patriotisme dapat ditanamkan hanya melalui slogan-slogan dan jendela-jendela mobil. Mereka percaya bahwa dengan mengenal rakyat dan tanah air Indonesia secara menyeluruh barulah seseorang dapat menjadi patriot-patriot yang baik.”

Para mahasiswa itu diawali dengan berdirinya Mapala Universitas Indonesia, mencoba menghargai dan menghormati alam dengan menapaki alam mulai dari lautan hingga ke puncak-puncak gunung. Mencoba mencari makna akan hidup yang sebenarnya dan mencoba membuat sejarah bahwa manusia dan alam sekitar mempunyai kaitan yang erat. Sejak saat itulah Pecinta Alam merasuk tak hanya di kampus melainkan ke sekolah-sekolah, ke bilik-bilik rumah ibadah, lorong-lorong bahkan ke dalam jiwa-jiwa bebas yang merindukan pelukan sang alam. Pionir rujukan berdirinya mapala di Indonesia adalah Mapala UI (Universitas Indonesia). Kini, hampir seluruh perguruan tinggi di Indonesia memiliki mapala baik di tingkat universitas maupun fakultas hingga jurusan. Untuk mempererat sekaligus menyatukan visi dan misi mapala secara umum, maka tiap tahun rutin diadakan TWKM. TWKM merupakan kepanjangan dari Temu Wicara dan Kenal Medan. Sesama pencinta alam ada Kode Etik Pencinta Alam Se-Indonesia yang disahkan bersama dalam Gladian IV di Ujung Pandang, tanggal 29 Januari 1974.

Buku Orang-Orang Di Persimpangan Kiri Jalan memang hanya mengulas sebuah peristiwa sejarah dan penulis sendiri belum mendapat suatu akhir dari apa yang dia tuliskan, sebuah narasi dari sebuah tugas akhir mahasiswa. Banyak Pendapat dewasa ini oleh pengamat bahwa Soe Hok Gie akan menjadi sejarawan besar diliat dari tulisannya, sayang takdir tidak berpihak pada sang penulis yang menghembuskan nafas terakhirnya di waktu muda di pelukan puncak Mahameru

 

Refrensi

Soe Hoek Gie, Orang-Orang Di Persimpangan Kiri Jalan

Bara Eka (13 Maret 1966)

No comments:

Post a Comment