Saturday, January 23, 2021

RESENSI ANAK SEMUA BANGSA - PRAMOEDIA ANANTO TOER


Seri kedua dari tetralogi sebuah masterpieces karya Pramoedya Ananta Toer, yang berjudul Semua Anak Bangsa merupakan seri keduanya yang melanjutkan kisah dari seri pertama yang berjudul Bumi Manusia. Bumi manusia yang saya baca membutuhkan sekitar 3-4 bulan baru saya selesai baca. Karena dulu kesibukan kerja sampai lupa untuk membaca dengan serius dan hanya terealisasi 1-2 halaman dalam sehari. Dulu juga saya terinfluens membaca karena banyak dibahas kala itu oleh pegiat alam seperti Fiersa Besari dan Dzawin, bahkan Fiersa Besari juga merupakan salah satu pengisi lagu dalam film bumi manusia. Saya sendiri baru bisa melihat film bumi manusia setelah setahun film itu rilis, tentunya saya berkomitmen untuk menyelesaikan membaca novelnya dulu baru melihat filmnya dan membandingkan apakah filmnya sesuai dengan novelnya. Seperti pada kebanyakan film yang dianngkat dari novel, banyak hal yang tidak bisa tergambarkan secara mendetail seperti deskripsi dalam novel, dikarenakan keterbatasan sumber daya dan lain hal, selalu ada yang kurang ketika novel di filmkan

        Benar kata Fiersa Besari untuk di zaman itu, pengetahuan pram sangatlah luas, dia juga mengetahui konsep sebuah wabah, yaitu jangan masuk ke kampung dan jangan pula wabah keluar dari wilayah yang terdampak wabah. Hal ini sama dengan keadaan sekarang ketika terjadi pandemi covid-19. Di seri kedua dari tetralogi novel pram ini juga mengisahkan wabah cacar yang dibawa oleh orang eropa, terdapat pula seorang tokoh dalam novel ini yang sengaja masuk ke kampung yang terkena cacar agar dirinya terkena cacar, lalu dia menggunakan dirinya sendiri sebagai senjata untuk membunuh seorang pimpinan pemilik tebu kolonial hingga akhirnya meninggal, namun si sosok pribumi ini berhasil sembuh

Tanpa mencari tahu mengapa karya tulis ini dilarang di zaman rezim soeharto yaitu. Pertama, disini secara tidak langsung mengajak kepada kaum terpelajar untuk bertindak dan tidak tinggal diam terhadap penindasan, dalam novel ini dicontohkan dalam masa penjajahan dan rakyat yang tertindas, kaum terpelajarpun seperti hanya menjadi alat dan terlena dengan kekuasaan dan kemewahaan yang diberikan belanda, padahal itu bisa didapatkan lebih jika kemerdakaan segera dirampas kembali, contoh yang kedua dimana dikisahkan bahwa rakyat Filipina yang tertindas mulai berhasil berjuang dan mendapatkan kekuasaan terhadap negerinya. Lalu apa sangkut pautnya ? dimasa orde baru kekangan sangat terasa agarr tidak ada munculnya kekuatan politik baru yang bisa menyaingi diktator soeharto, kaum terpelajar seperti mahasiswa dikekang dan ditangkapi sehingga butuh effort lebih untuk menghasilkan sesuatu yang besar, gerakan kelompok-kelompok kecil akan sangat mudah dijinakkan dan dihilangkan

Kedua, penguasaan media massa di zaman kolonial juga sangat berpengaruh, media massa dimiliki oleh belanda yang juga menyembunyikan ketidak adilan yang sedang terjadi, kepentingan-kepentingan pemilik pabrik gula agar terus menyebarkan info yang baik-baik saja. Walaupun media massa tidak menjangkau kalangan rakyat bawah, namun setidaknya media ini mengelabui kaum terpelajar pribumi sehingga tidak rasa untuk membuat gebarakan besar. Lalu korelasinya dengan zaman oerde baru, tentu saja di masa Rezim Soeharto media dibatasi dan bahkan jika ada media yang menyinggung tentang keburukan pemerintah langsung ditangkap dan di adili

Saya mulai terbayang bahwa bertani adalah pekerjaan dan sumber kehidupan vital di kehidupan masyarakat pribumi. Membayangkan apa yang digambarkan pram bahwa semuanya harus dikerjakan sendiri, tidak mungkin pada waktu itu menyewa jasa tukang kebun, dikarenakan penghasilan dari bertani pun hanya cukup untuk makan sehari-hari. Masyarakat pribumi tidak diberikan kesempatan untuk menguasai banyak lahann sedangkan lahan-lahan subur dikuasai oleh perusahaan pabrik gula, bahkan mengambil hak lahan secara paksa padahal lahan itu milih pribumi dengan berbagai ancaman tentunya. Saya jadi sedikit paham kenapa orang dulu punga banyak anak, Ibarat zaman prasejarah, kita perlu banyak bantuan dalam menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari. karena kita sendirilah yang harus menyiapkan bahan makanan atau keperluan kehidupan lainnya. 

Seperti menggarap ladang atau sawah, anak lelaki yang baru lepas dari umur 10 tahun pun juga sudah harus bisa mencangkul. Saat itu penduduk masih jarang, meminta bantuan tetangga pun juga pasti tetangga kita sedang sibuk memikirkan nasib hidupnya sendiri. Memang saat itu sudah terdapat pasar, namun pasar hanya bagi yang orang berpunya, seperti contoh pejabat dan juragan atau pemilik kebun yang luas, petani biasa hanya membantu membarter hasil bumi lainnya dengan kebutuhan yang diperlukan. Satu hal yang mengingatkanku pada drama kolosal saat waktu kecil. Menggambarkan kisah masa dulu sseperti era majapahit dimana Tidak terdapat piring seperti zaman sekarang, cuma ada cowek yg menjadi wadah untuk makan, cowek yang terbuat dari tanah yang dikeraskan dengan dibakar.

Setelah kekalahan dalam pengadilan minke dan nyai ontosoroh seperti kehilangan semangat hidupnya, namun juga masih bisa bertahan dan terus menjalankan perusahaannya. Minke mulai berani menerima kenyataan hidup dan membaca surat satu-persatu yang mulai menumpuk, hal ini diluar kebiasaan minke yang rajin membaca termasuk surat. Temannya panji darmin juga berlayar dalam satu kapal yang sama dengan annelis. Panji ikut mengawasi annelis dalam pelayaran dari hindia ke belanda. Annelis sendiri seakan hidup tanpa ruh kala itu, tidak ada hasrat untuk makan dan hal lainnya, melewati pelabuhan-pelabuhan terkenal di dunia dari jalur palayran dunia, meleweati singapura, kolombo, pelabuhan di negara-negara arab sampai ke terusan suez. 

Panji darman yang juga masih membuntuti annellis sampai ke belanda melihat kenyataan bahwa di belanda annelis tidak hidup layak, tidak seperti keputusan pengadilan seakan-akan annelis bagaimanapun harus hidup di belanda, ternyata dibelanda annelis hanya dirawat oleh pesuruh ibu tirinya atau istri pertama ayahnya di belanda. Sampai beberapa waktu berselang, panji darman harus berat hati mengabarkan kepada Minke dan ibunya di hindia tentang kematian annelis, tentu mengetahui kabar duka hanya berdasar pemberitahuan orang akan sangat berat dan tidak bisa diterima, menjelang akhir-akhir hayatnya kita tidak berada bersama orang yang kita cintai.

Sudah empat orang dalam kisah minke yang menuntutnya menulis dalam bahasa melayu, atau bahasa pribumi seperti bahasa jawa. Bahkan dorongan ini datang dari orang nonpribumi namun peduli terhadap pribumi, dengan mengedepankan bahasa bangsanya sendiri setidaknya akan muncul kesadaran dari kaum terpelajar lainnya, yang selama ini takut bersuara. Tentu saja ini tak lepas dari namanya yang sudah besar di dunia tulisan sehinnga tidak perlu takut akan sepinya pembaca. Sedangkan penguasaan media semuanya dimiliki oleh bangsa kolonial, dan satu yang dimiliki kalangan tionghoa. Seakan-akan hal juga ini menyinggung saya untuk menulis dalam bahasa madura, bahasa daerah lainpun mulai banyak ditinggalkan diberbagai daerah di indonesia. Dulu guruku pernah berujar, jangan ajarkan bahasa indonesia dulu jika kita punya anak, tp ajarkan lah bahasa ibu kita terlebih dahulu, yaitu bahasa daerah, karana bahasa indonesia itu mudah dipelajari, dengan menonton televisi saja anak-anak sudah bisa menirukan bahasa indonesia. Benar pikirku, ketika media elektronik, media cetak dan bahkan media sosial sudah menggunakan bahasa baku. Maka dengan sendirinya akan mudah dipahami karena selalu digunakan bahasa harian kita dalam beraktivitas di dunia maya.

Minke bersama Jean Marrais mulai sering bertemu, dan jean sering memberi nasehat kepada minke agar mulai menulis dengan bahasa ibunya yaitu melayu, sedangkan minke di awal belum mau menulis dengan bahasa melayu walaupun tulisannya banyak diterjemahkan pada tulisan melayu. R.A Kartini sempat disebut di dalam novel ini, yaitu kumpulan-kumpulan suratnya dan beberapa tulisannya yang di publikasikan, digunakan sebagai gambaran agar minke mau menulis tentang negerinya. Dia juga punya bacaan baru yaitu mengarah pada negeri utara, yaitu jepang. Jepang mendapat derajat yang sama seperti orang eropa berkat kemajuan peradabannya, industri dan lain hal, sedangkan saudara terdekatnya yaitu china yang bangsanya lebih besar belum bisa bangkit dan malah menjadi jajahan jepang. Seorang pemuda china itu menceritakan cita-citanya ketika ingin merubah china secara keseluruhan menjadi negara republik, china adalah bangsa besar namun menjadi jajahan bangsa kecil seperti jepang, karena jepang menang teknologi dan industri, china kala itu ibarat bangsa besar namun miskin, banyak dari pasyarakat china yang merantau ke penjuru dunia. 

Robert surhof dan bahkan robert mellema anak nyai ontodoroh juga berada di penjuru dunia dengan kondisi mengenaskan, robert surhof kedapatan hanya menjadi penjual dengan gerobak dorong di belanda saat bertemu panji darman, sementara robert mellena terkena penyakit menular dan hanya menjadi anak buah kapal sampai suatu ketika dia sudah berada di amerika saerikat berada di rumkah pesakitan dan hanya bisa menyesali perbuatannya dulu, surat-suratnya tersampaikan kepada ibunya hingga menjelang detik-detik terakhirnya menahan penyakit yang dideritanya, kabar kematiannya pun turut menjadi kabar duka bagi ontosoroh yang tau dia telah sadar apa kesalahannya. Sedangkan di gendut yang belakangan diketahui merupakan polisi terlibat kejar mengejar dan perkelahian dengan darsam hingga harus berakhir di pengadilan, keduanya pun dikenakan hukuman penjara

No comments:

Post a Comment