Friday, February 12, 2021

MAHAMERU KALA PANDEMI

 

Impian mendaki gunung tertinggi di jawa sudah sejak lama. Dulu saya hanya bisa mendengar ceritanya saja, akhirnya muncul niat serius untuk mendaki gunung tertinggi itu, dengan mengumpulkan teman lalu membuat grup whatsapp sejak pertengahan oktober 2019. Tim kami mulai terbentuk sekitar 10 orang dan sudah yakin dan sepakat untuk segera mendaftar pendakian. Gunung semeru memang istimewa, karena sudah menerapkan pendaftaran online lebih awal dari semua gunung yang ada di indonesia. Ternyata Rencana hanya menjadi rencana ketika semesta tidak merestui, saat kami ingin mendaftar online ternyata pendaftaran ditutup karena di gunung semeru terjadi kebakaran, akhirnya kami mengurungkan niat dan memilih untuk menunda. Kami pun mencari gunung alternatif lain sebagai pengganti semeru dengan membuat beberapa opsi gunung untuk pendakian, sebagian setuju untuk ikut ke gunung terdekat, sebagian lagi memilih untuk tidak berpartisipasi dengan alasan sudah bosan dan terlalu sering ke gunung opsi yang kita buat selagi meunggu informasi terkini terkait semeru

            Sebulan dua bulan kami menunngu gunung semeru dibuka, ternyata kami bukan mendengar kabar baik, malah kami mendapat info bahwa gunung semeru sedang erupsi, akhirnya dengan kabar tersebut kami sudah mengira bahwa semeru akan tutup lebih lama. Tidak hanya dua hal itu saja yang membuat kami harus menunggu lebi lama. Hal yang lebih buruk terjadi, wabah penyakit melanda seluruh dunia tak terkecuali Indonesia. Hampir semua gunung ditutup yang memupus harapan kami untuk naik gunung. Awal kami beranggapan setidaknya mendapat gunung lain yang buka, ternyata seluruh gunung ditutup. Pemberlakuan pembatasan sosial menjadi pertimbangan utama ditutupnya tempat wisata termasuk gunung, ditakutkan gunung akan menjadi tempat penyebaran penyakit baru ini

            Berselang beberapa bulan saat keadaan mulai membaik gunung-gunung mulai dibuka kembali dengan persyaratan yang lebih ketat, yaitu penerapan protokol kesehatan. Saya pun mendapat kabar disebuah grup whatsapp komunitas pendaki di surabaya bahwa semeru sedang persiapan dibuka, dan benar semeru akan dibuka mulai awal bulan oktober. Saya mulai menghubungi kembali teman-teman yang dulu berencana bersama, namun tidak banyak yang bersambut baik, ada yang sudah tidak ada waktu luang lagi untuk ke semeru dengan berbagai alasan. Rupanya pembukaan ini juga tidak sepenuhnya normal, selain penerapan protokol kesehatan tadi, ditambah kuota pendakian yang hanya 20% dari kuota normal, dari 600 menjadi 120 orang untuk pendaki hariannya.

Selagi mengkordinir teman-teman yang mau ikut mendaki, kuota pendakian terus berkurang dan bahkan sudah penuh untuk kuota akhir pekan. Saya berencana untuk mendaftar di tengah bulan, alangkah kagetnya saya ketika menunggu teman yang masih bingung antara ikut atau tidak, kuota pendakian yang saya rencanakan di pertengahan bulan sudah penuh. Akhirnya saya segera tegaskan yang siap ikut untuk segera angkat suara karena kuota segsera habis untuk pekan berikutnya. Dari sekian orang yang ada di grup whatapp akhirnya yang siap hanya 6 orang termasuk saya, saya segera mendaftarakan nama-nama tim saya tadi, tepi anehnya ketika ingin melakukan pembayaran ternyata gagal, saya utak atik dan kirim email ke admin website tidak ada balasan, sampai saya tidak melakukan pembayaran via mobile bangking namun beralih langsung via atm ternyata masih gagal juga, akhirnya saya mencoba mengganti nama ketua kelompok yang tertera nama saya, diganti menggunakan nama teman saya, dan akhirnya berhasil

            Kami mempunyai waktu yang cukup lama sebelum tanggal pendakian, yaitu berjarak empat minggu atau satu bulan, ada waktu banyak untuk mempersipan pemberangkatan, fisik, mental dan hal lainnya. Sedangkan saya sendiri mulai memiliki kesibukan karena baru saja masuk perkuliahan Magister yang mulai masuk walaupun semuanya serba daring. Walaupun semuanya bisa dilakukan di rumah, hal itulah yang menjadi keluhan semua yang mengikuti belajar online ini, yaitu semuanya seakan menjadi lebih ribet, semua koordinasi hanya melalui smartphone, sedangkan tidak semua orang selalu mengengam smartphone, meninggalkan smartphone satu hari atau tidak membuka pesan grup dalam sehari saja, mungkin kita sudah banyak ketinggalan informasi penting

            Akhirnya tiba minggu yang kami tunggu, saya dan teman saya mulai membuat surat keterangan sehat dua hari sebelum hari pendakian, yaitu hari minggu untuk pendakian, sedangkan kami berencanan berangkat besok siang dan akan menginap terlebih dahulu di kos teman saya di malang. Sabtu pagi saya masih harus mengisi materi di pelatihan legislatif di Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis kampus saya yaitu, Universitas Negeri Surabaya. Beradaptasi menjadi sebuah keharusan dan juga dalam pelatihan berbasis daring ini, Pelatihan legislatif, yang tidak asing bagi saya dulu selagi menjadi mahasiswa karena banyak aktif di berbagai organisasi kampus.

Sabtu siang saya bersiap selagi merapikan carrier yang sudah di packing semalam, dengan izin orang tua saya berangkat untuk menuju ke rumah ivan. Sampai ke rumah ivan ternyata dia belum siap berangkat, namun tidak masalah karena saya bisa menumpang toilet karena perut mulas. Setelah semua siap saya berangkat dengan tujuan singosari kos teman saya dan nanti akan bertemu teman juga yaitu yanto. Masih di Pamekasan saya berhenti untuk membeli sarung tangan karena saya tahu kondisi digunung nanti akan sangat dingin. Jalanan lumayan lancar sampai kami memasuki surabaya, sesekali kami terjebak kemacetan yang sudah menjadi hal biasa di surabaya, kota kami kuliah bersama serta yanto juga.

Kami sampai di daerah singosari dan sudah ditunggu oleh yanto yang sudah lebih dulu sampai sekitar satu jam yang lalu dari pada kami. Kami putuskan untuk menyewa perlengkapan camping terlebhi dahulu sebelum menuju ke kos teman saya, karena dikhawatirkan tempat persewaan tadi tutup mengingat sudah hampir larut malam, barang yang kami sewa tidak banyak, yaitu tenda dan perlengkapan yang belum lengkap untuk ivan karena dia belum memiliki alat-alat camping, walaupun dia pernah naik gunung tapi bisa dibilang belum paham betul tentang hal-hal digunung. Saya dan yanto sebelumnya pernah mendaki gunung dan sadar bahwa jika kami akan mendaki gunung lagi, setidaknya menyicil alat-alat camping satu persatu agar lebih menghemat biaya. Menurut pengalaman saya, sewa alat kadang bisa mencapai separuh dari total dana yang harus kita siapkan untuk mendaki

            Pagi hari minggu, kami bangun jam tiga pagi untuk bersiap-siap sambil menunggu subuh lalu berangkat ke kota tumpang dimana kami janjian dengan dua teman saya yang dulu juga pernah mendaki bareng dan menjadi akrab. Demi membuang rasa bosan menunggu kita bertiga sarapan nasi pecel di warung pinggir jalan, sampai teman yang kami tunggu tiba dan sekalian saya suruh untuk sarapan terlebih dulu, apalagi saat mendaki kami tahu bahwa kami kekurangan bekal, saya sendiri lupa walaupun sering mendaki gunung, bekal yang dibawa jauh dari kata cukup, hanya mie instan dan sosis dan nugget sebagai lauk, kurang dari cukup mengingat kita butuh banyak asupan gizi karena akan membutuhkan banyak energi ketika mendaki. Jalan yang kami lalui seperti dugaan diawal bahwa akan berkelok-kelok naik dan turun dan sangat menanjak. Bahkan kami harus berhenti sebentar untuk mendinginkan mesin motor. Apalagi motor saya dan yanto merupakan motor matic, sehingga agak susah jika tanjakan terus-menerus seperti ini.  Si yanto pun berujar bahwa alangkah lebih baiknya bekal kita dikurangi yaitu botol air mineral yang besar yang kami beli di minimarket di kota tumpang tadi. Mau tidak mau kami pun meninggalkan beberapa air mineral botol di pinggir jalan, sesuatu yang sebenarnya tidak patut dicontoh karena membuang bekal dan menjadi mubadzir, sedangkan juga mengotori jalan walaupun yang kami buang belum berupa sampah, tapi air mineral utuh, siapa tahu ada yang kehausan di jalan nantinya, walaupun itu mustahil tentunya

Rutenya juga searah jika kita ingin ke gunung bromo, view gunung bromo pun terlihat jelas saat kami sampai dan berhenti sejenak untuk foto-foto, terlihat ramai oleh para wisatawan yang juga pada hari itu ke bromo, berjejer di pinggir jalan, drone bertebaran di atas kami. Setelah puas kami lalu melanjutkan ke basecamp ranupane. Kami melakukan registrasi dan alangkah terkejutnya saya ketika surat keterangan sehat saya dan ivan ditolak karena tanda tangannya hasil scan, saya kira dimana-mana yang utama adalah stempel basahnya namun disini ternyata lebih mengutamakan tanda tangannya, akhirnya dengan segera saya dan ivan menggunakan motor berbeda segera kembali ke tempat dimana kami berkumpul yaitu di kota tumpang, membutuhakn waktu sekitar 1,5 jam untuk sampai kesana serta total proses pembuatannya sekitar 1 jam karena ivan tersesat ketika hendak menuju klinik untuk membuat surat kesehatan yang baru. Setelah drama yang terjadi kami akhirnya bisa registrasi dan ikut briefing awal pas sebelum jam istirahat siang, setelah itu kami sholat dhuhur dan menunngu jam 13:00 untuk mendapatkan tiket. Ya kami mulai mendaki dan tiket tadi dicek kembali di gerbang jalur pendakian semeru. Hati sedikit tenang ketika tiket diberikan dan kami dipersilahkan melakukan pendakian, alangkah menyesalnya nanti jika gagal mendaki karena kesalahan yang saya buat, apalagi waktu yang saya tunggu-tunggu selama setahun untuk bisa kesini

Terdapat satu gerbang lagi sebelum melewati batas antara persawahan warga sekitar dengan hutan bebas, dan tiket yang kami dapatkan tadi dicek lagi, serta kami juga berpapasan dengan pendaki yang tektok yaitu naik dan turun di hari yang sama, selain tanpa tiket kegiatan hal seperti itu sangat berbahaya bagi yang belum profesional. Tentunya pendaki tersebut dimarahi. Kami pun bergegas melanjutkan pendakian setelah berfoto lagi tadi. Baru memasuki hutan bebas kami sudah salah jalur, hanya karena salah memahami petunjuk yang ada. Ada sebuah plang yang bertuliskan “hiking trail semeru” kami pun mengira itu untuk jalur motor trail, ternyata setelah mendapati jalan buntu kami baru sadar kalo salah dalam mengartikan jalur peendakian, yah seperti biasa kami saling menyalahkan terutama saya yang tadi berada di paling depan disebut sebagai penunjuk jalan sesat.

Setelah berada di jalur yang benar kami pun berpapasan sama penjual minuman dan beberapa pendaki yang turun dan beristrahat, disinilah kami salah jalur lagi. Awalnya ada pendaki yang turun dari dua jalur berbeda, kami pun penasaran sebenarnya yang mana jalurnya. Dan setelah nanya akhirnya kami memilih jalur yang lebih pendek namun menanjak. Ternyata pilihan ini tidak tepat karena kami berlima ini bisa dibilang pendaki pemula, hanya saya dan yanto yang sudah mendaki beberapa gunung, sedangkan ivan ini baru pertama kalinya. Akhirnya kami kelelahan di punggung bukit yang akan kami potong. Bisa dikatakan sejak pandemi tidak ada pendakian yang kami lakukan sehingga sedikit butuh adaptasi lagi dengan jalur menanjak dan suhu udara yang rendah. Di awal saya sudah menyampaikan pada teman-teman untuk persiapan fisik, namun nampaknya ivan menyepelekannya hingga beberapa kali dia tertingggal di belakang dan harus kami tunggu, setelah beberapa kali beristirahat akhirnya kami melewati bukit itu dan beristrahat.

Kami melanjutkan pendakian. Entah perasaan saya saja atau karena sudah lama tidak mendaki, rasa-rasanya jalur kali ini begitu panjang dan melelahkan, tenaga hampir terkuras namun kami bahkan belum sampai di Pos 1, beberapa kali kami juga saling papasan dan saling salip dengan tim pendaki lain yang sama sampai akhirnya kami sepakat untuk trekking bersama, jadi hal ini mengartikan bahwasanya kita menjadi satu tim, dimana ketika ada satu yang tertinggal atau memerlukan bantuan, maka wajib saling membantu. Kami melewati pos 1 dan pos 2, namun sayang para pedagang yang biasa berjualan sudah pulang karena hari semakin gelap. Sesampainya di pos 3 hari benar-benar gelap sehingga kami harus mengeluarkan headlamp kami, namun apes bagi saya yang berniat menggunakan senter biasa, eh malah baterainya sudah habis karena ternyata dari tadi senter saya dalam keadaan nyala, akhirnya sala keluarkan headlamp yang menggunakan baterai silinder biasa yang tidak bisa di charge kembali.

Tenaga mulai habis, sedangkan si ivan mulai sering tertinggal dan mengalami kram di kakinya, beberapa kali di oleskan krim otot, namun nampaknya tidak bisa memberi dampak yang besar. Setelah saya tanyakan ivan memang tidak mecoba sebelum hari pendakian untuk berolahraga. Saya pun juga mengakui bahwasanya perjalanan dengan sepeda motor serta masalah perizinan tadi telah menguras tenaga kami, dan ini menjadi pembelajaran buat saya, ketika nanti akan mendaki lagi di daerah yang jauh alangkah lebih baiknya untuk menggunakan transportasi umum atau memaksimalkan waktu yang ada untuk beristirahat. Tas carrier ivan akhirnya dibawa yanto, kami pun semakin sering berhenti, sementara suhu udara semakin dingin, tangan pun serasa membeku dan terpaksa saya mengeluarkan kaos tangan. Akhirnya kami sampai di pos 4 dan tinggal menuju ke campground saja. Saya ivan dan rafli tertinggal di belakang guna menemani ivan yang sangat pelan. Hal ini bukan karena tidak mau menunggu teman, tapi hal seperti ini biasa dilakukan untuk efisiensi waktu, teman yang langkahnya cepat bisa menuju ke campground terlebih dahulu sambil lalu membangun tenda dan memasak. Kami sampai dan sudah 3 tenda yang berdiri, kurang 1 tenda lagi yang harus diberdirikan. Persyaratan pandemi yang mengharuskan tenda harus diisi separuh dari isi normal, juga tidak efektif, bagaimanapun yang didirikan ya seperlunya saja ketika sampai di gunung, begitu pun kami, masih sisa 3 tenda dari kami yang ber sembilan.

Tenda sudah berdiri semua dan saatnya masak, disinilah saya benar-benar sadar bahwa bekal kita kurang, mie saja hanya bawa dua masing-masing, sementara tanpa nasi, akan kekurangan tenaga. Untungnya sekarang di Ranukumnolo sudah ada warungnya, jadi si yanto beli di warung tersebut, sedangkan si ivan sudah kelelahan dan tertidur, saya coba bangunkan untuk sekadar makan, rasanya sudah susah, saya sendiri sudah pusing entah karena kelelahan atau yang lainnya. Si rafli memberi tahuku kalau rifki membawa obat, entah obat apa itu saya langsung saja minum setelah selesai makan, di tenda yang diisi saya ivan dan yanto sudah lebih dari cukup untuk setidaknya mengusir dingin. Saya sampai memakai dua lapis celana, dua lapis sweater dan jaket, sedangkan kepala ditutupi oleh kupluk, kaki dengan dua lapis kaos kaki. Baru saya tidak merasa kedinginan, si ivan ngomel-ngomel, karena sleepingbagnya ga ketemu, dan katanya tadi dibuat bantal tapi tiba-tiba hilang, yang sebenarnya saya ketahui kalau itu adalah matras yang di gulung dan saya paham kalo itu faktor kelelahan ivan saja, saya pun sudah menyuruhnya untuk menccarinya di tenda rafli dan rifki, dan katanya tidak ada, akhirnya dinginnya semeru ternyata kalah sama rasa kantuk dan lelahnya ivan, dia tidur tanpa sleeping bag

Sinar matahari mulai nampak, suara para pendaki lain membangunkan kami yang mulai ramai yang menanti sunrise, namun langit agak mendung, tidak jelas matahari sudah tinggi apa belum. Sementara sampai siang pun langit dengan cepat berubah, sedikit cerah namun kadang dalam hitungan detik kembali berawan, saat itu memang baru memasuki musim penghujan, kami beruntung sebenarnya cuaca lumayan bersahabat dari awal keberangkatan dari rumah sampai tiba di ranukumbolo. Sedangkan hanya gerimis sebentar yang menemani kami kemarin malam, hal yang sangat saya hindari ketika harus bertemu hujan di gunung. Rasa pusing sudah hilang dan sleeping bag ivan benar ada di tenda rifky, belum dicari saja sama ivan tadi malam. Suhu sudah mulai menghangat dari pada tadi pagi yang rasanya menusuk tulang. Tentu sesuai anjuran saat briefing pendakian dan pertimbangan tenaga dan aspek-aspek lainnya, pendakian ini sudah selesai hanya sampai ranukumbolo, walaupun beberapa pendaki yang berpapasan dengan kami kemarin ada yang langsung ke puncak. Bagi kami ke ranukumbolo sudah cukup, puncak mahameru tidak akan kemana, jangan terlalu ambisi untuk dikejar, masih ada waktu lain disaat kita sudah benar-benar siap.

Selepas masak dan foto-foto kami harus segera bergegas packing untuk turun gunung. Sedangkan besok saya juga harus kuliah daring, agar tidak terlalu banyak meninggalkan perkuliahan. Tenda sudah selesai semua dirobohkan, saatnya turun. Seperti di perjalanan naik, sepertinya tenaga ivan sudah benar-benar habis, terpaksa saya bertukar carrier yang dengan ivan. Setelah bertukar carrier ivan tetap tidak mampu melanjutkan perjalanan. Akhirnya kami dibantu oleh teman satu tim kami yang kemarin bertemu, dia membawa dua carrier yang disusun, luar biasa emang dengan dua carrier justru dia melesat meninggalkan kami dengan setengah berlari. Di beberapa pos yang kami lewati selalu berhenti karena pedagang yang kemarin tidak ada saat kami lewati sudah lengkap dengan makanan dan buah-buahan segar, sambil lalu mengisi perut yang tadi hanya makan mie dan nugget. Perjalanan turun pun selesai lebih cepat dari dari saat nanjak, selepas chekout kami pun menghitung total pengeluaran kelompok, lalu bersiap untuk kembali. Kami akan berpisah-pisah, si yanto akan melewati bromo untuk memotong jalur ke probolinggo, sedangkan hanya saya dan ivan yang meninggalkan basecamp paling belakang.

Cuaca agak mendung ketika kita mulai menuruni desa ranupane, hal yang saya ketahui namun terabaikan adalah saya menggunakan motor matic yang hanya mengandalkan rem saja, tentu saja setelah melewati view bromo, rem sudah blong kepanasan, saya berhenti di pinggir jalan dan menyiram rem dengan air, sepertinya sudah tidak mungkin lagi untuk meneruskan perjalanan mengingat tanjakan yang sangat curam belum lagi kami lewati. Alhamdulilah ternyata ada kendaraan jeep yang menawarkan tumpangan, dan salah satu dari mereka yang masih menunggu dan menyarankan agar motor saya juga dinaikkan, saya menolak itu cukup ivan dan barang-barang saja yang di angkut jeep, karena jika sendiri bebannya sudah berkurang lebih dari separuh dan saya yakin untuk menuruni beberapa tanjakan yang kami lewati sebelumnya saat keberangkatan. Saya disuruh untuk berangkat lebih dulu khawatir nantinya rem saya blong lagi dan menerima tawaran untuk dinaikkan. Jalanan curam berhasil saya lewati dengan aman sampai ke desa tumpang, sambil menunggu ivan yang menumpangi jeep, ivan datang dan memberikan uang sebagai tanda terima kasih. Kami melanjutkan untuk mengantarkan alat-alat pendakian yang kami sewa sebelumnya, dan ada beberapa bagian tenda yang rusak dan harus kami ganti rugi. Kami putuskan untuk singgah kembali di kos teman saya yaitu ubaidillah, mengingat kita dalam kondisi kelelahan dan akan sangat berbahaya jika memaksakan untuk melanjutkan perjalanan yang masih sekitar lima jam. Ubaidillah saat itu juga sedang ada dikos, selesai berbersih diri kami langsung tidur.

Pagi hari saya putuskan untuk ikut perkuliahan terlebih dahulu, karena ada 6 sks untuk hari ini, sebenarnya ga maksimal karena saya hanya jadi pendengar saja, tanpa ikut aktif dalam diskusi perkuliahan, apalagi perkuliahan S2 itu semuanya dengan format diskusi. Sambil sarapan saya juga bangunkan ivan yang belum bangun-bangun, agar setidaknya siap-siap untuk pulang. Karena ga efektif saya putuskan untuk segera pulang dan pamit ke ubaidillah yang tadi katanya saat istrahat kantor akan kembali ke kos, saya sampaikan ga usah karena kami sudah siap untuk pulang. Kami pun pulang dengan sisa-sisa tenaga bagaimanapun harus sampai ke rumah dengan selamat. Perjalanan yang membosankan, ditemani rasa ngantuk yang memaksa kami untuk berhenti sejenak. Akhirnya kami sampai di pamekasan, dan langsung menuju ke rumah ivan, selepas itu saya langsung pulang walaupun tadi disuruh untuk singgah, namun perjalanan tinggal sedikit lagi dan ingin rasanya segera istirahat. Saya sampai dan mengucap syukur karena tujuan mendaki adalah pulang dengan selamat, dan keinginan untuk ke semeru sejak lama akhirnya bisa direalisasikan.



No comments:

Post a Comment