Impian mendaki gunung tertinggi di jawa sudah sejak lama. Dulu saya hanya bisa mendengar ceritanya saja, akhirnya muncul niat serius untuk mendaki gunung tertinggi itu, dengan mengumpulkan teman lalu membuat grup whatsapp sejak pertengahan oktober 2019. Tim kami mulai terbentuk sekitar 10 orang dan sudah yakin dan sepakat untuk segera mendaftar pendakian. Gunung semeru memang istimewa, karena sudah menerapkan pendaftaran online lebih awal dari semua gunung yang ada di indonesia. Ternyata Rencana hanya menjadi rencana ketika semesta tidak merestui, saat kami ingin mendaftar online ternyata pendaftaran ditutup karena di gunung semeru terjadi kebakaran, akhirnya kami mengurungkan niat dan memilih untuk menunda. Kami pun mencari gunung alternatif lain sebagai pengganti semeru dengan membuat beberapa opsi gunung untuk pendakian, sebagian setuju untuk ikut ke gunung terdekat, sebagian lagi memilih untuk tidak berpartisipasi dengan alasan sudah bosan dan terlalu sering ke gunung opsi yang kita buat selagi meunggu informasi terkini terkait semeru
Sebulan
dua bulan kami menunngu gunung semeru dibuka, ternyata kami bukan mendengar
kabar baik, malah kami mendapat info bahwa gunung semeru sedang erupsi,
akhirnya dengan kabar tersebut kami sudah mengira bahwa semeru akan tutup lebih
lama. Tidak hanya dua hal itu saja yang membuat kami harus menunggu lebi lama. Hal
yang lebih buruk terjadi, wabah penyakit melanda seluruh dunia tak terkecuali
Indonesia. Hampir semua gunung ditutup yang memupus harapan kami untuk naik
gunung. Awal kami beranggapan setidaknya mendapat gunung lain yang buka,
ternyata seluruh gunung ditutup. Pemberlakuan pembatasan sosial menjadi
pertimbangan utama ditutupnya tempat wisata termasuk gunung, ditakutkan gunung
akan menjadi tempat penyebaran penyakit baru ini
Berselang
beberapa bulan saat keadaan mulai membaik gunung-gunung mulai dibuka kembali
dengan persyaratan yang lebih ketat, yaitu penerapan protokol kesehatan. Saya
pun mendapat kabar disebuah grup whatsapp komunitas pendaki di surabaya bahwa
semeru sedang persiapan dibuka, dan benar semeru akan dibuka mulai awal bulan
oktober. Saya mulai menghubungi kembali teman-teman yang dulu berencana
bersama, namun tidak banyak yang bersambut baik, ada yang sudah tidak ada waktu
luang lagi untuk ke semeru dengan berbagai alasan. Rupanya pembukaan ini juga
tidak sepenuhnya normal, selain penerapan protokol kesehatan tadi, ditambah
kuota pendakian yang hanya 20% dari kuota normal, dari 600 menjadi 120 orang
untuk pendaki hariannya.
Selagi
mengkordinir teman-teman yang mau ikut mendaki, kuota pendakian terus berkurang
dan bahkan sudah penuh untuk kuota akhir pekan. Saya berencana untuk mendaftar
di tengah bulan, alangkah kagetnya saya ketika menunggu teman yang masih
bingung antara ikut atau tidak, kuota pendakian yang saya rencanakan di
pertengahan bulan sudah penuh. Akhirnya saya segera tegaskan yang siap ikut
untuk segera angkat suara karena kuota segsera habis untuk pekan berikutnya.
Dari sekian orang yang ada di grup whatapp akhirnya yang siap hanya 6 orang
termasuk saya, saya segera mendaftarakan nama-nama tim saya tadi, tepi anehnya
ketika ingin melakukan pembayaran ternyata gagal, saya utak atik dan kirim
email ke admin website tidak ada balasan, sampai saya tidak melakukan
pembayaran via mobile bangking namun beralih langsung via atm ternyata masih gagal
juga, akhirnya saya mencoba mengganti nama ketua kelompok yang tertera nama
saya, diganti menggunakan nama teman saya, dan akhirnya berhasil
Kami
mempunyai waktu yang cukup lama sebelum tanggal pendakian, yaitu berjarak empat
minggu atau satu bulan, ada waktu banyak untuk mempersipan pemberangkatan,
fisik, mental dan hal lainnya. Sedangkan saya sendiri mulai memiliki kesibukan
karena baru saja masuk perkuliahan Magister yang mulai masuk walaupun semuanya serba
daring. Walaupun semuanya bisa dilakukan di rumah, hal itulah yang menjadi keluhan
semua yang mengikuti belajar online ini, yaitu semuanya seakan menjadi lebih
ribet, semua koordinasi hanya melalui smartphone, sedangkan tidak semua orang
selalu mengengam smartphone, meninggalkan smartphone satu hari atau tidak
membuka pesan grup dalam sehari saja, mungkin kita sudah banyak ketinggalan informasi
penting
Akhirnya
tiba minggu yang kami tunggu, saya dan teman saya mulai membuat surat keterangan
sehat dua hari sebelum hari pendakian, yaitu hari minggu untuk pendakian,
sedangkan kami berencanan berangkat besok siang dan akan menginap terlebih dahulu
di kos teman saya di malang. Sabtu pagi saya masih harus mengisi materi di
pelatihan legislatif di Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis
kampus saya yaitu, Universitas Negeri Surabaya. Beradaptasi menjadi sebuah keharusan
dan juga dalam pelatihan berbasis daring ini, Pelatihan legislatif, yang tidak
asing bagi saya dulu selagi menjadi mahasiswa karena banyak aktif di berbagai
organisasi kampus.
Sabtu siang
saya bersiap selagi merapikan carrier yang sudah di packing semalam, dengan
izin orang tua saya berangkat untuk menuju ke rumah ivan. Sampai ke rumah ivan
ternyata dia belum siap berangkat, namun tidak masalah karena saya bisa
menumpang toilet karena perut mulas. Setelah semua siap saya berangkat dengan
tujuan singosari kos teman saya dan nanti akan bertemu teman juga yaitu yanto.
Masih di Pamekasan saya berhenti untuk membeli sarung tangan karena saya tahu
kondisi digunung nanti akan sangat dingin. Jalanan lumayan lancar sampai kami
memasuki surabaya, sesekali kami terjebak kemacetan yang sudah menjadi hal
biasa di surabaya, kota kami kuliah bersama serta yanto juga.
Kami sampai di
daerah singosari dan sudah ditunggu oleh yanto yang sudah lebih dulu sampai
sekitar satu jam yang lalu dari pada kami. Kami putuskan untuk menyewa
perlengkapan camping terlebhi dahulu sebelum menuju ke kos teman saya, karena
dikhawatirkan tempat persewaan tadi tutup mengingat sudah hampir larut malam,
barang yang kami sewa tidak banyak, yaitu tenda dan perlengkapan yang belum lengkap
untuk ivan karena dia belum memiliki alat-alat camping, walaupun dia pernah
naik gunung tapi bisa dibilang belum paham betul tentang hal-hal digunung. Saya
dan yanto sebelumnya pernah mendaki gunung dan sadar bahwa jika kami akan mendaki
gunung lagi, setidaknya menyicil alat-alat camping satu persatu agar lebih
menghemat biaya. Menurut pengalaman saya, sewa alat kadang bisa mencapai
separuh dari total dana yang harus kita siapkan untuk mendaki
Pagi
hari minggu, kami bangun jam tiga pagi untuk bersiap-siap sambil menunggu subuh
lalu berangkat ke kota tumpang dimana kami janjian dengan dua teman saya yang
dulu juga pernah mendaki bareng dan menjadi akrab. Demi membuang rasa bosan
menunggu kita bertiga sarapan nasi pecel di warung pinggir jalan, sampai teman
yang kami tunggu tiba dan sekalian saya suruh untuk sarapan terlebih dulu,
apalagi saat mendaki kami tahu bahwa kami kekurangan bekal, saya sendiri lupa
walaupun sering mendaki gunung, bekal yang dibawa jauh dari kata cukup, hanya
mie instan dan sosis dan nugget sebagai lauk, kurang dari cukup mengingat kita
butuh banyak asupan gizi karena akan membutuhkan banyak energi ketika mendaki.
Jalan yang kami lalui seperti dugaan diawal bahwa akan berkelok-kelok naik dan
turun dan sangat menanjak. Bahkan kami harus berhenti sebentar untuk mendinginkan
mesin motor. Apalagi motor saya dan yanto merupakan motor matic, sehingga agak
susah jika tanjakan terus-menerus seperti ini.
Si yanto pun berujar bahwa alangkah lebih baiknya bekal kita dikurangi yaitu
botol air mineral yang besar yang kami beli di minimarket di kota tumpang tadi.
Mau tidak mau kami pun meninggalkan beberapa air mineral botol di pinggir
jalan, sesuatu yang sebenarnya tidak patut dicontoh karena membuang bekal dan
menjadi mubadzir, sedangkan juga mengotori jalan walaupun yang kami buang belum
berupa sampah, tapi air mineral utuh, siapa tahu ada yang kehausan di jalan
nantinya, walaupun itu mustahil tentunya
Rutenya juga searah
jika kita ingin ke gunung bromo, view gunung bromo pun terlihat jelas saat kami
sampai dan berhenti sejenak untuk foto-foto, terlihat ramai oleh para wisatawan
yang juga pada hari itu ke bromo, berjejer di pinggir jalan, drone bertebaran
di atas kami. Setelah puas kami lalu melanjutkan ke basecamp ranupane. Kami
melakukan registrasi dan alangkah terkejutnya saya ketika surat keterangan
sehat saya dan ivan ditolak karena tanda tangannya hasil scan, saya kira
dimana-mana yang utama adalah stempel basahnya namun disini ternyata lebih
mengutamakan tanda tangannya, akhirnya dengan segera saya dan ivan menggunakan
motor berbeda segera kembali ke tempat dimana kami berkumpul yaitu di kota
tumpang, membutuhakn waktu sekitar 1,5 jam untuk sampai kesana serta total
proses pembuatannya sekitar 1 jam karena ivan tersesat ketika hendak menuju
klinik untuk membuat surat kesehatan yang baru. Setelah drama yang terjadi kami
akhirnya bisa registrasi dan ikut briefing awal pas sebelum jam istirahat
siang, setelah itu kami sholat dhuhur dan menunngu jam 13:00 untuk mendapatkan
tiket. Ya kami mulai mendaki dan tiket tadi dicek kembali di gerbang jalur
pendakian semeru. Hati sedikit tenang ketika tiket diberikan dan kami
dipersilahkan melakukan pendakian, alangkah menyesalnya nanti jika gagal
mendaki karena kesalahan yang saya buat, apalagi waktu yang saya tunggu-tunggu
selama setahun untuk bisa kesini
Terdapat satu
gerbang lagi sebelum melewati batas antara persawahan warga sekitar dengan
hutan bebas, dan tiket yang kami dapatkan tadi dicek lagi, serta kami juga
berpapasan dengan pendaki yang tektok yaitu naik dan turun di hari yang sama,
selain tanpa tiket kegiatan hal seperti itu sangat berbahaya bagi yang belum
profesional. Tentunya pendaki tersebut dimarahi. Kami pun bergegas melanjutkan
pendakian setelah berfoto lagi tadi. Baru memasuki hutan bebas kami sudah salah
jalur, hanya karena salah memahami petunjuk yang ada. Ada sebuah plang yang
bertuliskan “hiking trail semeru” kami pun mengira itu untuk jalur motor trail,
ternyata setelah mendapati jalan buntu kami baru sadar kalo salah dalam mengartikan
jalur peendakian, yah seperti biasa kami saling menyalahkan terutama saya yang
tadi berada di paling depan disebut sebagai penunjuk jalan sesat.
Setelah berada
di jalur yang benar kami pun berpapasan sama penjual minuman dan beberapa
pendaki yang turun dan beristrahat, disinilah kami salah jalur lagi. Awalnya
ada pendaki yang turun dari dua jalur berbeda, kami pun penasaran sebenarnya
yang mana jalurnya. Dan setelah nanya akhirnya kami memilih jalur yang lebih
pendek namun menanjak. Ternyata pilihan ini tidak tepat karena kami berlima ini
bisa dibilang pendaki pemula, hanya saya dan yanto yang sudah mendaki beberapa
gunung, sedangkan ivan ini baru pertama kalinya. Akhirnya kami kelelahan di
punggung bukit yang akan kami potong. Bisa dikatakan sejak pandemi tidak ada
pendakian yang kami lakukan sehingga sedikit butuh adaptasi lagi dengan jalur
menanjak dan suhu udara yang rendah. Di awal saya sudah menyampaikan pada
teman-teman untuk persiapan fisik, namun nampaknya ivan menyepelekannya hingga
beberapa kali dia tertingggal di belakang dan harus kami tunggu, setelah
beberapa kali beristirahat akhirnya kami melewati bukit itu dan beristrahat.
Kami
melanjutkan pendakian. Entah perasaan saya saja atau karena sudah lama tidak
mendaki, rasa-rasanya jalur kali ini begitu panjang dan melelahkan, tenaga
hampir terkuras namun kami bahkan belum sampai di Pos 1, beberapa kali kami
juga saling papasan dan saling salip dengan tim pendaki lain yang sama sampai
akhirnya kami sepakat untuk trekking bersama, jadi hal ini mengartikan
bahwasanya kita menjadi satu tim, dimana ketika ada satu yang tertinggal atau
memerlukan bantuan, maka wajib saling membantu. Kami melewati pos 1 dan pos 2,
namun sayang para pedagang yang biasa berjualan sudah pulang karena hari
semakin gelap. Sesampainya di pos 3 hari benar-benar gelap sehingga kami harus
mengeluarkan headlamp kami, namun apes bagi saya yang berniat menggunakan
senter biasa, eh malah baterainya sudah habis karena ternyata dari tadi senter
saya dalam keadaan nyala, akhirnya sala keluarkan headlamp yang menggunakan
baterai silinder biasa yang tidak bisa di charge kembali.
Tenaga mulai
habis, sedangkan si ivan mulai sering tertinggal dan mengalami kram di kakinya,
beberapa kali di oleskan krim otot, namun nampaknya tidak bisa memberi dampak
yang besar. Setelah saya tanyakan ivan memang tidak mecoba sebelum hari
pendakian untuk berolahraga. Saya pun juga mengakui bahwasanya perjalanan
dengan sepeda motor serta masalah perizinan tadi telah menguras tenaga kami,
dan ini menjadi pembelajaran buat saya, ketika nanti akan mendaki lagi di
daerah yang jauh alangkah lebih baiknya untuk menggunakan transportasi umum
atau memaksimalkan waktu yang ada untuk beristirahat. Tas carrier ivan akhirnya
dibawa yanto, kami pun semakin sering berhenti, sementara suhu udara semakin
dingin, tangan pun serasa membeku dan terpaksa saya mengeluarkan kaos tangan.
Akhirnya kami sampai di pos 4 dan tinggal menuju ke campground saja. Saya ivan
dan rafli tertinggal di belakang guna menemani ivan yang sangat pelan. Hal ini
bukan karena tidak mau menunggu teman, tapi hal seperti ini biasa dilakukan
untuk efisiensi waktu, teman yang langkahnya cepat bisa menuju ke campground
terlebih dahulu sambil lalu membangun tenda dan memasak. Kami sampai dan sudah
3 tenda yang berdiri, kurang 1 tenda lagi yang harus diberdirikan. Persyaratan
pandemi yang mengharuskan tenda harus diisi separuh dari isi normal, juga tidak
efektif, bagaimanapun yang didirikan ya seperlunya saja ketika sampai di
gunung, begitu pun kami, masih sisa 3 tenda dari kami yang ber sembilan.
Tenda sudah
berdiri semua dan saatnya masak, disinilah saya benar-benar sadar bahwa bekal
kita kurang, mie saja hanya bawa dua masing-masing, sementara tanpa nasi, akan
kekurangan tenaga. Untungnya sekarang di Ranukumnolo sudah ada warungnya, jadi
si yanto beli di warung tersebut, sedangkan si ivan sudah kelelahan dan
tertidur, saya coba bangunkan untuk sekadar makan, rasanya sudah susah, saya
sendiri sudah pusing entah karena kelelahan atau yang lainnya. Si rafli memberi
tahuku kalau rifki membawa obat, entah obat apa itu saya langsung saja minum
setelah selesai makan, di tenda yang diisi saya ivan dan yanto sudah lebih dari
cukup untuk setidaknya mengusir dingin. Saya sampai memakai dua lapis celana, dua
lapis sweater dan jaket, sedangkan kepala ditutupi oleh kupluk, kaki dengan dua
lapis kaos kaki. Baru saya tidak merasa kedinginan, si ivan ngomel-ngomel,
karena sleepingbagnya ga ketemu, dan katanya tadi dibuat bantal tapi tiba-tiba
hilang, yang sebenarnya saya ketahui kalau itu adalah matras yang di gulung dan
saya paham kalo itu faktor kelelahan ivan saja, saya pun sudah menyuruhnya
untuk menccarinya di tenda rafli dan rifki, dan katanya tidak ada, akhirnya
dinginnya semeru ternyata kalah sama rasa kantuk dan lelahnya ivan, dia tidur
tanpa sleeping bag
Sinar matahari
mulai nampak, suara para pendaki lain membangunkan kami yang mulai ramai yang
menanti sunrise, namun langit agak mendung, tidak jelas matahari sudah tinggi
apa belum. Sementara sampai siang pun langit dengan cepat berubah, sedikit
cerah namun kadang dalam hitungan detik kembali berawan, saat itu memang baru
memasuki musim penghujan, kami beruntung sebenarnya cuaca lumayan bersahabat
dari awal keberangkatan dari rumah sampai tiba di ranukumbolo. Sedangkan hanya
gerimis sebentar yang menemani kami kemarin malam, hal yang sangat saya hindari
ketika harus bertemu hujan di gunung. Rasa pusing sudah hilang dan sleeping bag
ivan benar ada di tenda rifky, belum dicari saja sama ivan tadi malam. Suhu
sudah mulai menghangat dari pada tadi pagi yang rasanya menusuk tulang. Tentu
sesuai anjuran saat briefing pendakian dan pertimbangan tenaga dan aspek-aspek
lainnya, pendakian ini sudah selesai hanya sampai ranukumbolo, walaupun
beberapa pendaki yang berpapasan dengan kami kemarin ada yang langsung ke
puncak. Bagi kami ke ranukumbolo sudah cukup, puncak mahameru tidak akan
kemana, jangan terlalu ambisi untuk dikejar, masih ada waktu lain disaat kita
sudah benar-benar siap.
Selepas masak
dan foto-foto kami harus segera bergegas packing untuk turun gunung. Sedangkan
besok saya juga harus kuliah daring, agar tidak terlalu banyak meninggalkan
perkuliahan. Tenda sudah selesai semua dirobohkan, saatnya turun. Seperti di
perjalanan naik, sepertinya tenaga ivan sudah benar-benar habis, terpaksa saya
bertukar carrier yang dengan ivan. Setelah bertukar carrier ivan tetap tidak
mampu melanjutkan perjalanan. Akhirnya kami dibantu oleh teman satu tim kami
yang kemarin bertemu, dia membawa dua carrier yang disusun, luar biasa emang
dengan dua carrier justru dia melesat meninggalkan kami dengan setengah
berlari. Di beberapa pos yang kami lewati selalu berhenti karena pedagang yang
kemarin tidak ada saat kami lewati sudah lengkap dengan makanan dan buah-buahan
segar, sambil lalu mengisi perut yang tadi hanya makan mie dan nugget.
Perjalanan turun pun selesai lebih cepat dari dari saat nanjak, selepas chekout
kami pun menghitung total pengeluaran kelompok, lalu bersiap untuk kembali.
Kami akan berpisah-pisah, si yanto akan melewati bromo untuk memotong jalur ke
probolinggo, sedangkan hanya saya dan ivan yang meninggalkan basecamp paling
belakang.
Cuaca agak
mendung ketika kita mulai menuruni desa ranupane, hal yang saya ketahui namun
terabaikan adalah saya menggunakan motor matic yang hanya mengandalkan rem
saja, tentu saja setelah melewati view bromo, rem sudah blong kepanasan, saya
berhenti di pinggir jalan dan menyiram rem dengan air, sepertinya sudah tidak
mungkin lagi untuk meneruskan perjalanan mengingat tanjakan yang sangat curam
belum lagi kami lewati. Alhamdulilah ternyata ada kendaraan jeep yang
menawarkan tumpangan, dan salah satu dari mereka yang masih menunggu dan
menyarankan agar motor saya juga dinaikkan, saya menolak itu cukup ivan dan
barang-barang saja yang di angkut jeep, karena jika sendiri bebannya sudah
berkurang lebih dari separuh dan saya yakin untuk menuruni beberapa tanjakan
yang kami lewati sebelumnya saat keberangkatan. Saya disuruh untuk berangkat
lebih dulu khawatir nantinya rem saya blong lagi dan menerima tawaran untuk
dinaikkan. Jalanan curam berhasil saya lewati dengan aman sampai ke desa
tumpang, sambil menunggu ivan yang menumpangi jeep, ivan datang dan memberikan
uang sebagai tanda terima kasih. Kami melanjutkan untuk mengantarkan alat-alat
pendakian yang kami sewa sebelumnya, dan ada beberapa bagian tenda yang rusak
dan harus kami ganti rugi. Kami putuskan untuk singgah kembali di kos teman
saya yaitu ubaidillah, mengingat kita dalam kondisi kelelahan dan akan sangat
berbahaya jika memaksakan untuk melanjutkan perjalanan yang masih sekitar lima
jam. Ubaidillah saat itu juga sedang ada dikos, selesai berbersih diri kami
langsung tidur.
Pagi hari saya
putuskan untuk ikut perkuliahan terlebih dahulu, karena ada 6 sks untuk hari
ini, sebenarnya ga maksimal karena saya hanya jadi pendengar saja, tanpa ikut
aktif dalam diskusi perkuliahan, apalagi perkuliahan S2 itu semuanya dengan
format diskusi. Sambil sarapan saya juga bangunkan ivan yang belum
bangun-bangun, agar setidaknya siap-siap untuk pulang. Karena ga efektif saya
putuskan untuk segera pulang dan pamit ke ubaidillah yang tadi katanya saat
istrahat kantor akan kembali ke kos, saya sampaikan ga usah karena kami sudah
siap untuk pulang. Kami pun pulang dengan sisa-sisa tenaga bagaimanapun harus
sampai ke rumah dengan selamat. Perjalanan yang membosankan, ditemani rasa
ngantuk yang memaksa kami untuk berhenti sejenak. Akhirnya kami sampai di
pamekasan, dan langsung menuju ke rumah ivan, selepas itu saya langsung pulang
walaupun tadi disuruh untuk singgah, namun perjalanan tinggal sedikit lagi dan
ingin rasanya segera istirahat. Saya sampai dan mengucap syukur karena tujuan
mendaki adalah pulang dengan selamat, dan keinginan untuk ke semeru sejak lama
akhirnya bisa direalisasikan.
No comments:
Post a Comment