Friday, February 19, 2021

KULIAH S2 DIWAKTU YANG TEPAT


Saya bersyukur karena kuliah S2 di waktu yang tepat, alasan utama saya. Karena kuliah berbeda sama sekali dengan sekolah, keaktifan kita sangat berpengaruh dalam kemampuan memahami pembelajaran, selain itu juga harus banyak belajar secara mandiri, karena kewajiban seorang dosen selain mengajar juga mempunyai kewajiban untuk mengabdi dan meneliti seperti yang tertera dalam Tri Dharma Pendidikan perguruan tinggi. Menurut profesor dalam masa orientasi mahasiswa pascasarjana UINSA pendidikan bisa diibaratkan seperti ini “S1 Gelas, Air Disediakan Dan Sudah Dituangkan, Mahasiswa Tinggal Minum” artiannya semua sudah tersedia mahasiswa tinggal bagaimana mengolah itu semua untuk meningkatkan kompetensi. Secara harfiah diartikan S1 adalah tempat mengaplikasikan teori, lalu untuk “S2 Gelas Dan Air Disediakan, Mahasiswa Menuangkan Dan Meminumnya Sendiri” artinya prasana semuanya sudah ada namun perbedaanya dengan S1 adalah bagaimana kita menyusun apa yang sudah disediakan oleh dosen, sehingga membentuk suatu pengetahuan baru, jika S1 kita hanya perlu meneruskan dan memprektekan, secara harfiah S2 bertujuan untuk mengembangkan teori, dan yang terakhir “S3 Semuanya Mahasiswa Yang Mencari Sendiri” merupakan tingkatan jenjang pendidikan tertinggi dan terakhir dimana dalam S3 semuanya tergantung kepada mahasiswa bagaimana arah kapalnya akan di arahkan, mahasiswa S3 punya kendali penuh terhadap apa yang ingin dipelajari semua diserahkan kepada mahasiwa itu sendiri, lalu dimana posisi dosen bagi mahasiswa S3? Dosen dalam S3 hanya sebagai orang ketiga, artinya sebagai pemberi saran terhadap apa yang kita ciptakan. Secara harfiah S3 diartikan sebagai Pencipta teori

 

sumber gambar dari Power point yang siampaikan dalam orientasi pascasarjana uinsa tahun 2020

Faktor selanjutnya yang menurut saya kita harus kuliah diwaktu yang tepat adalah ketika mempunyai motivasi yang kuat semisal mempunyai banyak teman yang juga kuliah ditahun yang sama saat kita mendaftar kuliah. Contohnya adalah saya sendiri, teman sayalah yang menjadi pengingat untuk mewujudkan niat saya melanjutkan studi, dia juga mendorong saya bagaimana menyiasati keterbatasan dana, dengan menyisihkan gaji dari hasil bekerja saya, saya pun kembali mengingat teman-teman saya yang telah lebih dulu kuliah S2 yang menjadi pelecut tambahan untuk mengikuti jejak teman-teman agar tidak ketinggalan dalam segi kualifikasi pendidikan

Faktor ketiga adalah semangat belajar saya yang kuat dikarenakan mulai minat terhadap literasi, hal positif yang saya rasakan ketika saya rajin membaca dan menargetkan dalam satu minggu satu buku, bukan karena terget itu yang menjadi hal penting ataupun bisa menyombongkan diri dengan wawasan dari membaca buku, namun dikarenakan dengan kebiasaan membaca itu saya merasakan bahwa dengan membaca saya bisa menyerap ilmu baru dengan mudah, maka dari itu ketika saya kuliah S2 sering sekali ikut diskusi, webinar, membaca untuk menyerap ilmu sebanyak-banyaknya, agar tidak hilang ilmu itu maka harus dituliskan. Dampak lainnya adalah ketika saya punya semangat membaca diikuti dengan semangat untuk menulis, sehingga kebiasaan ini setidaknya membawa saya dalam nuansa keilmuan, yaitu membaca dan menulis. Kita tahu sendiri sebagai mahasiswa kita diharuskan banyak membaca dan menulis untuk tugas-tugas kuliah, mau tidak mau

            Kemajuan teknologi dan pandemi merupakan sesuatu hal yang diluar kendali kita, sesuatu yang kita tidak bisa ubah atau kita sebut dengan takdir. Pandemi memaksa kita untuk belajar online bahkan semuanya serba online. Ada hal positif dan negatif namun saya akan membahas dari sisi positifnya. Pandemi menyebabkan perkuliahan dilaksanakan via daring dari rumah dan di tempat lain, dengan menggunakan laptop ataupun smartphone. Hal yang patut disyukuri adalah di rumah saya alhamdulilah ada wifi sehingga menunjang perkuliahan saya, walaupun ada bantuan paket internet dari pemerintah namun saya baru mendapat bantuan itu diakhir semester, jika seandainya tidak ada wifi pasti akan banyak pengeluaran dari segi paket internet. Bisa dibayangkan bagaimana pandemi jika terjadi 10 tahun lalu, ketika belum semuanya serba digital, bahkan saya belum punya laptop, mungkin perkuliahan benar-benar ditiadakan dan tidak ada aktivitas pendidikan sekolah maupun kuliah

 

No comments:

Post a Comment