Buku ini mengisahkan berbagai kisah kehidupan sehari-hari dengan penokohan siswa sekolah, percakapan sehari-hari yang sebenarnya sederhana namun sangat mendasar. Dalam hal ini kaitannya dengan sebuah konsep dasar dalam berketuhanan, keadilan dan kesetaraan. Pembenaran dalam praktek kehidupan sehari-hari yang banyak salah kaprah baik itu akibat lingkungan ataupun kesalahan dalam mempraktikan budaya di sekitar kita. Tentu hal ini tidak lepas dari siapa yang ada didekat kita, siapa yang memandu kita, dan sejauh mana wawasan kita dalam berkehidupan
Buku ini juga
mengajarkan secara eksplisit sebuah konsep kesombongan yang kita tidak ketahui.
Hal ini dicontohkan dalam kehidupan sehari-hari yang menonjolkan sebuah
kesombongan dari tindakan kita terhadap yang maha kuasa. Kesombongan dalam
penampilan terhadap tuhan dicontohkan dalam kisah oleh seseorang pemimpin yang
menanggalkan jubahnya dan berpakaian rakyat biasa, ternyata sikap rakyatnya
berbeda ketika dia menggunakan pakaian biasa, rakyatnya hanya menghormati apa
yang dia pakai, seakan memberikan pelajaran kita untuk merenung, apakah
orang-orang di sekitar kita menghormati kita karena suatu alasan tertentu atau
murni karena mengenal kita, bisa saja kita dihormati karena suatu jabatan saat
ini
Dari sektor
budaya, tentunya penulis mengajak kita untuk memahami konteks ketuhanan
berdasar budaya jawa pada umumnya, tentu hal ini bukan untuk mendiskreditkan
suku lain, namun karena suku jawa juga merupakan suku paling besar selain itu
juga sudah menyebar di berbagai daerah di Indoensia, sehingga suku jawa
memiliki pengaruh yang besar terhadap budaya yang ada di daerah lain. Penamaan
tokohnya pun menarik dalam buku ini menurut saya seperti nama Bukhori, yang
kebanyakan kita kenal sebagai nama ulama besar
Buku ini juga
memberikan pemahaman dasar dalam berketuhanan, tidak ada satu pribadi dan
golongan manapun yang bisa memonopoli suatu kebenaran dalam beragama, jadi
entah itu organisasi masyarakat atau suatu golongan keagamaan tertentu tidak
bisa menghakimi organisasi masyarakat atau suatu golongan keagamaan yang lebih
kecil dan menyatakan bahwa apa yang dikerjakannya itu salah. Hal ini tentu
merupakan suatu kejadian faktual yang ada di negeri kita, organisasi masyarakat
yang besar kadang dijadikan tameng untuk melakukan tindakan semena-mena dan
diskriminatif, menganggap diri yang paling benar, dan juga menggunakannya untuk
kepentingan pribadi. Setiap kegiatan atau organisasi masyarakat tentunya tidak
dapat dipungkiri bahwasanya punya suatu tujuan ideologis tersendiri apa yang
ingin dicapai namun bukan berarti melakukan segala cara yang mengakibatkan
perpecahan, karena kedewasaan paling tinggi adalah menerima suatu perbedaan, di
zaman sekarang sudah bukan zamannya lagi memberantas apa yang berbeda dari
kita, namun bagaimana berkolaborasi mencapai tujuan bersama seperti terkandung
dalam Pancasila sebagai dasar negara kita, Indonesia
No comments:
Post a Comment