Wednesday, February 17, 2021

RESENSI TUHAN MAHA ASIK - SUDJIWO TEDJO

 

Buku ini mengisahkan berbagai kisah kehidupan sehari-hari dengan penokohan siswa sekolah, percakapan sehari-hari yang sebenarnya sederhana namun sangat mendasar. Dalam hal ini kaitannya dengan sebuah konsep dasar dalam berketuhanan, keadilan dan kesetaraan. Pembenaran dalam praktek kehidupan sehari-hari yang banyak salah kaprah baik itu akibat lingkungan ataupun kesalahan dalam mempraktikan budaya di sekitar kita. Tentu hal ini tidak lepas dari siapa yang ada didekat kita, siapa yang memandu kita, dan sejauh mana wawasan kita dalam berkehidupan

Buku ini juga mengajarkan secara eksplisit sebuah konsep kesombongan yang kita tidak ketahui. Hal ini dicontohkan dalam kehidupan sehari-hari yang menonjolkan sebuah kesombongan dari tindakan kita terhadap yang maha kuasa. Kesombongan dalam penampilan terhadap tuhan dicontohkan dalam kisah oleh seseorang pemimpin yang menanggalkan jubahnya dan berpakaian rakyat biasa, ternyata sikap rakyatnya berbeda ketika dia menggunakan pakaian biasa, rakyatnya hanya menghormati apa yang dia pakai, seakan memberikan pelajaran kita untuk merenung, apakah orang-orang di sekitar kita menghormati kita karena suatu alasan tertentu atau murni karena mengenal kita, bisa saja kita dihormati karena suatu jabatan saat ini

Dari sektor budaya, tentunya penulis mengajak kita untuk memahami konteks ketuhanan berdasar budaya jawa pada umumnya, tentu hal ini bukan untuk mendiskreditkan suku lain, namun karena suku jawa juga merupakan suku paling besar selain itu juga sudah menyebar di berbagai daerah di Indoensia, sehingga suku jawa memiliki pengaruh yang besar terhadap budaya yang ada di daerah lain. Penamaan tokohnya pun menarik dalam buku ini menurut saya seperti nama Bukhori, yang kebanyakan kita kenal sebagai nama ulama besar

Buku ini juga memberikan pemahaman dasar dalam berketuhanan, tidak ada satu pribadi dan golongan manapun yang bisa memonopoli suatu kebenaran dalam beragama, jadi entah itu organisasi masyarakat atau suatu golongan keagamaan tertentu tidak bisa menghakimi organisasi masyarakat atau suatu golongan keagamaan yang lebih kecil dan menyatakan bahwa apa yang dikerjakannya itu salah. Hal ini tentu merupakan suatu kejadian faktual yang ada di negeri kita, organisasi masyarakat yang besar kadang dijadikan tameng untuk melakukan tindakan semena-mena dan diskriminatif, menganggap diri yang paling benar, dan juga menggunakannya untuk kepentingan pribadi. Setiap kegiatan atau organisasi masyarakat tentunya tidak dapat dipungkiri bahwasanya punya suatu tujuan ideologis tersendiri apa yang ingin dicapai namun bukan berarti melakukan segala cara yang mengakibatkan perpecahan, karena kedewasaan paling tinggi adalah menerima suatu perbedaan, di zaman sekarang sudah bukan zamannya lagi memberantas apa yang berbeda dari kita, namun bagaimana berkolaborasi mencapai tujuan bersama seperti terkandung dalam Pancasila sebagai dasar negara kita, Indonesia

No comments:

Post a Comment