Thursday, October 11, 2018

Bertemu preman "pensiun" beneran

                Kali ini saya akan berbagi kisah saya tentang pertemuan saya dengan preman pensiun, yaa mungkin dari sebagian kalian yang membaca tulisan ini pernah mendengar istilah itu dari sebuah judul sinetron di salah satu stasiun televisi swasta di negeri ini.
Jadi saat saya kuliah dulu, saya itu jauh dari rumah saya, luar kota dan beda pulau tapi ya tetep satu provinsi, kira-kira perjalanan menggunakan bus umum itu sekitar 4-5 jam an. Saya tidak kos biar lebih menghemat pengeluaran dan bisa di gunakan untuk keperluan lainnya, lalu saya tidur dimana kalau tidak kos ? tentu saja saya menumpang. Saya tinggal di rumah kontrakan paman saya, saudara dari bapak saya. Lokasinya cukup dekat dengan terminal, bisa jalan kaki kalau mau berpergian menggunakan bus umum. Puluhan ribu orang tiap harinya berjubel di terminal ini entah dari mana dan mau kemana, dari situlah kenapa terminal ini jadi daya Tarik buat penjual dagang asongan dan ada juga asongan yang memang resmi di terminal ini, selain itu juga terminal ini menjadi daya Tarik untuk hal-hal negatif seperti copet dan segala jenis kejahatan lainnya, bagi saya dengar hal semacam kecopetan itu sudah biasa, yang saya ingat dulu disini pernah ada baku tembak antara polisi dan teroris, lumayan menakutkan juga, bagaimana kalau tembakannya membabi buta dan mengenai orang-orang sekitar. Bukan hal baru bagi Surabaya dengan kasus terorisme. Terminal ini memang bukan terminal sembarangan, karena merupakan terminal terbesar di jawa timur, yaitu terminal purabaya atau biasa disebut terminal bungurasih. Orang-orang lebih sering menyebutnya terminal bungur, mungkin biar lebih simpel.

                   Awal kenapa saya bisa bertemu preman pensiun ini ialah karena kebiasaanku yang sering olahraga pagi, kalau misalnya saya tidak kuliah pagi tepatnya. karena dulu sebenarnnya saya masuk di kelas pagi saat kuliah (kelas saat kuliah dulu masih lebih sering menggunakan istilah kelas pagi dan kelas siang. Dan yang sebenarnya kelas A dan B). Saya biasanya mulai berolahraga di jam 5 sampai 7 ya sekitaran jam segitulah. Kebetulan di deket tempat saya tinggal ada sebuah lapangan futsal, lapangan futsal ini lapangan yang terbuka tidak seperti lapangan futsal yang di sewakan seperti yang kalian ketahui. Kadang lapangan ini di gunakan untuk bermain futsal oleh anak-anak sekitar tempat saya tinggal saat sore hari, lapangan ini bukan milik pemerintah daerah atau dikelola RT RW sekitar, tapi milik sebuah salah satu perusahaan di Surabaya dan lapangan ini juga pernah dibuat tempat konser music rock juga. Lapangan ini punya view yang bagus, selain tempatnya yang di pinggir bundaran waru yang sangat ramai, kita juga bisa melihat gedung CITO (City Tomorrow), sebuah mall yang ada di Surabaya dan lapangan futsal ini tepat di bawahnya gedung ini, dan setiap sore menghasilkan bayangan yang panjang. 
                 Di pagi hari biasanya lapangan futsal ini sangat sepi atau bahkan tidak ada orang sama sekali, entah mengapa saat itu ada seorang bapak-bapak atau paruh baya. Kalau tebakan saya sih sekitar usia 40-45 tahun. Awalnya saya tetap fokus olahraga sampai mungkin bapak-bapak itu menemukan momen yang pas untuk menyapa saya, mungkin karena sudah terlihat kelelahan dan berniat pulang, yaa memang seperti itu yang ada dipikiranku saat itu. Kami kenalan seperti biasa, saya juga ngasih tau kalau saya mahasiswa dan dari luar kota. Bapak itu juga mengaku warga sekitar dan sudah lama menetap disini, kami ngobrol seperti biasa sampai pada akhirnya bapak ini mengaku bahwa dulunya adalah preman terminal bungur, lumayan kaget juga tapi saya berusaha tetap bersikap biasa dan terus mendengarkan bapak ini berbicara, saya ingat ketika beliau menceritakan dulu di tempat saya tinggal itu masih merupakan rawa-rawa yang di genangi air (sebelumnya saya ngasih tau tepatnya saya tinggal), dan tentu belum ada jalan yang di paving seperti sekarang ini, lalu juga menceritakan kalau dia dulu adalah ketua dari preman bungur, dan banyak dari teman-temannya sekarang yang sudah meninggal karena minuman-minuman keras dan narkoba, beliau juga tak tau kabar dari rekan-rekannya dulu saat beraksi bersama, walaupun ada juga yang sudah masuk penjara dan belum bebas sampai sekarang tapi itu hanya sebagian kecil yang beliau ketahui tentang anak buah dan rekan-rekan beliau. Saat itu muncul pertanyaan dalam otakku, ‘lalu kenapa bapak ini masih hidup atau belum ditangkap polisi?’ sebenarnya pertanyaan ini hampir saja aku tanyakan tapi sungkan nanya itu dan untungnya sebelum aku tanyakan sudah di jelaskan langsung, jadi alasannya ketika beliau mulai keluar dari dunia premanisme di terminal karena saat itu mulai terpikirkan tentang keluarga, terutama ibu beliau serta memikirkan apakah akan seperti itu sampai tua atau sampai mati atau sampai di tangkap oleh aparat, dan tentang kejahatan di terminal ini beliau juga sudah tau modus dan antisipasinya. 
               Karena dunia percopetan, perampasan, dan penipuan tiket bis adalah dunianya beliau. Biasanya menurut beliau aksi seperti itu dilakukan kepada orang-orang yang terlihat baru pertama kali ke terminal ini dan biasanya dari luar kota jadi dianggap tidak tahu seluk beluk terminal ini, pesan beliau kalau misalnya ke tempat baru yang di kunjungi kita ya bersikap tenang aja, jangan menunjukkan seolah-olah kita bingung mau kemana, bersikap songong juga boleh sambal beliau tertawa dan diakhir pembicaraan yang beliau sampaikan yaitu bahwa sampai saat ini beliau belum menikah di usia yang di kira-kira olehku tadi. Di hari-hari berikutnya saya tidak pernah bertemu lagi dengan beliau padahal saya malah berharap bisa bertemu lagi.
Silahkan simpulkan sendiri apa pesan moral yang saya sampaikan
Kritik, saran, masukam komen dibawah !

4 comments: