Sunday, March 28, 2021

Pandangan TENTANG BEKERJA

 

            Bekerja adalah salah satu cara agar kita menghasilkan uang untuk melanjutkan hidup. Kata orang-orang pekerjaan yang paling yang menyenangkan adalah pekerjaan sesuai passion ataupun menjadikan hobby sebagai pekerjaan istilah lainnya adalah Hobby yang menghasilkan uang. Terlepas dari beberapa pandangan tersebut, tujuannya adalah satu, yaitu menghasilkan uang agar bisa tetap hidup. Fenomena yang terjadi banyak pula yang merasa bahwa pekerjaannya berat dan malah membuat diri jadi susah, seperti stres dan gangguan sejenis, ada kata-kata yang banyak diposting media sosial seperti “bekerja sampai stres, lalu menghabiskan uang untuk menyembuhkan stres” ibarat kata gali lobang tutup lobang, orang-orang bekerja fulltime di weekday dan liburan di weekend. Fenomena lain ada pula gerakan yang cukup ekstrim, semisal menyuarakan isu agama, pekerjaan yang dimaksud adalah bekerja di perbankan, yang dianggap riba oleh kalangan yang terbentuk dari orang-orang yang sebelumnya bekerja di bank dan kemudian katanya “hijrah”. Terdapat pula isu etnis terntentu, semisal agar tidak bekerja pada etnis tionghoa, dan banyak lagi hal lainnya yang membawa isu SARA. Pandangan Saya pribadi bekerja ibarat pilihan hidup, kita sendiri yang menentukan mana yang baik dan mana yang buruk, dan tentunya di pekerjaan itu kita bisa atau diberikan kesempatan untuk berkembang. Berikut beberapa pilihan bekerja berdasar pengamatan saya

1.      Bekerja dengan Gaji cukup, Namun kehilangan waktunya

            Teman saya rindang masuk jam 8 namun pulangnya sampai jam 8 kadang jam 10 malam, dan masuk kerja hari senin sampai dengan hari sabtu, serta minggu ke-4 dalam satu bulan harus masuk kerja, jadi dalam sebulan hanya mempunya hari libur sebanyak 3 hari, dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh waktunya disita oleh pekerjaan dan hanya untuk kantor, waktu untuk bersoisalisasi pun gada apalagi untuk keluarga jika nanti berkeluarga, selain itu kerjanya juga ditarget sehingga harus dalam tekanan terus dan mencari kreditor, kadang saya melihat sampai urusan ibadah pun ketetran karena capek bekerja. Kesimpulannya “Hidup untuk bekerja”

2.      Bekerja Dengan Gaji Cukup Libur Tidak Tentu

            Teman saya baron bekerja sebagai SPM atau yang jaga toko di mall-mall, bisa menikmati fasilitas dengan kondisi gaji bagus dan makanan terjamin, namun terdapat permasalahan atau kendala yang serius, yaitu ketika hari jumat harus bergantian dengan pegawai lain untuk izin sholat jumat. Hal itu merupakan masalah besar bagi seorang muslim, karena meninggalkan ibadah wajib, serta satu lagi yang harus dikorbankan ialah waktu libur juga Cuma satu hari serta hari liburnya tidak tentu di hari apa, hari liburnya menjadi acak mulai, karena bekerja di mall seperti ini sudah pati di hari libur malah ramai, ketika orang lain libur, kita tidak libur. Permasalahan ini dianggap serius oleh sebagian orang, dimana waktu weekend dianggap sebagai waktu me time, family time atau untuk liburan dan bersenang-ssenang sehingga ketika janjian dengan teman akan sulit menentukan hari, karena jadwal libur tidak sama

 

3.      Bekerja dengan Gaji Kecil namun kita Bahagia

Lulusan sarjana pendidikan haruslah pernah mengajar, entah itu magang atau sebagai guru tetap, namun yang paling banyak permasalahannya adalah guru honorer, seperti saya dulu. Guru Honorer identik dengan gaji yang sangat tidak manusiawi, begitulah kata teman-teman, kita bekerja setengah mati digaji dengan setengah hati. Terlepas dari permasalahan aku dibangsa ini, terdapat pula sisi baiknya, dalam pemahaman saya yaitu, kita mengajar diniatkan untuk mengabdi agar mendapat pahala karena membagi ilmu yang baik, dan sebagai guru kekeluargaan juga sangat erat serta liburannya pun panjang ketika selesai ujian semester, tanpa menunggu cuti atau libur panjang. Liburanpun kadang bisa ikut bersama murid-murid namun satu. Bagi saya bertemu murid-murid terkadang bisa menyelesaikan badmood dan hal lainnya, melihat mereka ketawa-tawa, bersenda gurau menjadi hiburan. Khusus untuk pemerintah agar segera memperbaiki sistem ini dan Semoga guru honorer di Indonesia tetap tabah, Surga menantimu

 

4.      Bekerja Dengan Gaji Cukup Namun Harus Merantau Jauh Di Pelosok Negeri

             Teman saya mendapat kerja yang bagus, selain gaji yang sudah sesuai yang diharapkan dan dapat libur yang lazim pada umumnya di weekend, namun terdapat sebuah dilema lain. Kekuranganya adalah jauh dari keluarga, merantau sangat jauh bahkan kita harus menaiki pesawat untuk pulang kampung, Teman saya Fajar penempatannya di Aceh lalu Noval teman saya juga di tempatkan di Merauke

5.      Bekerja di Rumah Usaha kecil-kecilan

Pekerjaan serabutan yang hasilnya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, padahal ada keluarga yang mengharapkan banyak dari kita. Selain permasalahan di atas keenakannya ialah dekat dengan keluarga namun kelemahannya mungkin yaitu gaji tidak cukup dengan diri sendiri apalagi untuk keluarga

Disini saya mengambil pekerjaan ialah tidak ada pekerjaan tanpa pengorbanan. Saya mengira bahwa pilihan saya salah karena berpikir menyia-nyiakan untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lumayan, namun saya salah lagi karena teman dekat saya juga meilih pilihan yang sama dengan saya, mengorbankan peluang pekerjaan seperti tadi, alasan utamanya adalah orang tua, kapan lagi kita mengabdi untuk orang tua, karena orang tua dimasa senjanya hanya ingin tinggal berama anak-anaknya.

Banyak kasus yang saya alami sendiri, ketika bos saya bercerita dalam perjalanan mobil bersama, bahwa ada teman-temannya yang 4 bersaudara, orang tua jatuh sakit karena sudah tua renta, yang miris adalah anak-anaknya ini seakan menghindar untuk merawat orang tuanya. Bagi saya terlepas pandangan dari anak dari orang tau yang sakit tadi, perbuatan seperti itu tidak bisa dimaafkan, kita yang dari kecil dirawat samapi besar tidak mau merawat orang paling berjasa dalam hidup kita. Orang tua merawa kita sambil mengharapkan kehidupan dari kita, ingin melihat anaknya sehat dan sukses, sedangkan jika kita merawat orang tua kita, kita hanya menunggu orang tua kita semakin rapuh dan menunggu kematiaannya, terlepas dari usia tidak ada yang tau dan tidak ditentukan oleh umur juga

Teman saya Alto yang sebenarnya baru beberapa hari kenal namun cepat sekali akrab dan sering berukar pikiran, saya sering debat dengan dia dalam beberapa hal, namun ada satu pandangan yang sama dengan saya. Dia 3 bersaudara, dan orang tuanya hanya tinggal ibunya yang tinggal sendirian di rumahnya, sedangkan dia adalah bungsu dan kakak-kakaknya sudah berkeluarga dan tidak tinggal bersama ibunya, ibunya berharap agar tidak kehilangan anaknya lagi dalam artian bisa tinggal bersama jika bekerja dan berkeluarga nanti. Alto sendiri bilang bahwasanya hal itu menjadi tanggungannya sebagai seorang anak, apalagi yang diharapkan dari seorang orang tua dan hal itu seakan-akan menjadi permintaan terakhirnya

Halili teman saya juga demikian dia, dia saat ingin bersekolah di SMA favorit dikota juga menjadi dilema ketika ibunya tidak mengizinkan dan agar sekolah yang dekat saja, kala itu dia menjadi anak tunggal sampai pada kelas 2 SMA adiknya lahir, kuliah pun demikian dan akhirnya dia kuliah di kampus swasta, namun dalam semester 3 dia mendaftar di kampus negeri dan diterima dengan bidikmisi, mungkin itu merupakan faktor utama yang akhirnya mengizinkan halili untuk berkuliah dengan jarak 3 jam dari rumahnya

Awal tahun 2021 saya sebenarnya miris terhadap diri sendiri, di usia yang sudah dibilang matang, namun belum ada kemapanan, dimana teman sebaya saya banyak yang sudah menikah dan punya anak, saya masih gini-gini saja. Suatu ketika saya mengikuti interview, dimana beberapa diikuti pula oleh yang sudah banyak pengalaman, bisa di bilang bapak-bapak, serta fresh graduate dan lulusan S2. Ternyata pendidikan tinggi tidak menjamin kesuksesan dizaman edan ini, zaman pandemi, asya lalu merasa bahwa diri ini harus berdikari dan mencoba suatu usaha agar bisa berdikari dan tidak diperintah orang lain atau diatur orang lain, kita harus menentukan arah hidup kita sendiri

No comments:

Post a Comment