Bekerja adalah salah satu cara agar kita menghasilkan uang untuk melanjutkan hidup. Kata orang-orang pekerjaan yang paling yang menyenangkan adalah pekerjaan sesuai passion ataupun menjadikan hobby sebagai pekerjaan istilah lainnya adalah Hobby yang menghasilkan uang. Terlepas dari beberapa pandangan tersebut, tujuannya adalah satu, yaitu menghasilkan uang agar bisa tetap hidup. Fenomena yang terjadi banyak pula yang merasa bahwa pekerjaannya berat dan malah membuat diri jadi susah, seperti stres dan gangguan sejenis, ada kata-kata yang banyak diposting media sosial seperti “bekerja sampai stres, lalu menghabiskan uang untuk menyembuhkan stres” ibarat kata gali lobang tutup lobang, orang-orang bekerja fulltime di weekday dan liburan di weekend. Fenomena lain ada pula gerakan yang cukup ekstrim, semisal menyuarakan isu agama, pekerjaan yang dimaksud adalah bekerja di perbankan, yang dianggap riba oleh kalangan yang terbentuk dari orang-orang yang sebelumnya bekerja di bank dan kemudian katanya “hijrah”. Terdapat pula isu etnis terntentu, semisal agar tidak bekerja pada etnis tionghoa, dan banyak lagi hal lainnya yang membawa isu SARA. Pandangan Saya pribadi bekerja ibarat pilihan hidup, kita sendiri yang menentukan mana yang baik dan mana yang buruk, dan tentunya di pekerjaan itu kita bisa atau diberikan kesempatan untuk berkembang. Berikut beberapa pilihan bekerja berdasar pengamatan saya
1. Bekerja dengan
Gaji cukup, Namun kehilangan waktunya
Teman
saya rindang masuk jam 8 namun pulangnya sampai jam 8 kadang jam 10 malam, dan
masuk kerja hari senin sampai dengan hari sabtu, serta minggu ke-4 dalam satu
bulan harus masuk kerja, jadi dalam sebulan hanya mempunya hari libur sebanyak
3 hari, dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh waktunya disita oleh pekerjaan
dan hanya untuk kantor, waktu untuk bersoisalisasi pun gada apalagi untuk
keluarga jika nanti berkeluarga, selain itu kerjanya juga ditarget sehingga
harus dalam tekanan terus dan mencari kreditor, kadang saya melihat sampai
urusan ibadah pun ketetran karena capek bekerja. Kesimpulannya “Hidup untuk
bekerja”
2. Bekerja Dengan
Gaji Cukup Libur Tidak Tentu
Teman
saya baron bekerja sebagai SPM atau yang jaga toko di mall-mall, bisa menikmati
fasilitas dengan kondisi gaji bagus dan makanan terjamin, namun terdapat
permasalahan atau kendala yang serius, yaitu ketika hari jumat harus bergantian
dengan pegawai lain untuk izin sholat jumat. Hal itu merupakan masalah besar
bagi seorang muslim, karena meninggalkan ibadah wajib, serta satu lagi yang
harus dikorbankan ialah waktu libur juga Cuma satu hari serta hari liburnya
tidak tentu di hari apa, hari liburnya menjadi acak mulai, karena bekerja di
mall seperti ini sudah pati di hari libur malah ramai, ketika orang lain libur,
kita tidak libur. Permasalahan ini dianggap serius oleh sebagian orang, dimana
waktu weekend dianggap sebagai waktu me time, family time atau
untuk liburan dan bersenang-ssenang sehingga ketika janjian dengan teman akan
sulit menentukan hari, karena jadwal libur tidak sama
3. Bekerja dengan
Gaji Kecil namun kita Bahagia
Lulusan sarjana pendidikan haruslah pernah
mengajar, entah itu magang atau sebagai guru tetap, namun yang paling banyak
permasalahannya adalah guru honorer, seperti saya dulu. Guru Honorer identik
dengan gaji yang sangat tidak manusiawi, begitulah kata teman-teman, kita
bekerja setengah mati digaji dengan setengah hati. Terlepas dari permasalahan
aku dibangsa ini, terdapat pula sisi baiknya, dalam pemahaman saya yaitu, kita mengajar
diniatkan untuk mengabdi agar mendapat pahala karena membagi ilmu yang baik,
dan sebagai guru kekeluargaan juga sangat erat serta liburannya pun panjang
ketika selesai ujian semester, tanpa menunggu cuti atau libur panjang. Liburanpun
kadang bisa ikut bersama murid-murid namun satu. Bagi saya bertemu murid-murid
terkadang bisa menyelesaikan badmood dan hal lainnya, melihat mereka
ketawa-tawa, bersenda gurau menjadi hiburan. Khusus untuk pemerintah agar
segera memperbaiki sistem ini dan Semoga guru honorer di Indonesia tetap tabah,
Surga menantimu
4. Bekerja Dengan Gaji
Cukup Namun Harus Merantau Jauh Di Pelosok Negeri
Teman saya mendapat kerja yang bagus, selain
gaji yang sudah sesuai yang diharapkan dan dapat libur yang lazim pada umumnya
di weekend, namun terdapat sebuah dilema lain. Kekuranganya adalah jauh dari
keluarga, merantau sangat jauh bahkan kita harus menaiki pesawat untuk pulang
kampung, Teman saya Fajar penempatannya di Aceh lalu Noval teman saya juga di
tempatkan di Merauke
5. Bekerja di
Rumah Usaha kecil-kecilan
Pekerjaan serabutan yang hasilnya hanya cukup
untuk kebutuhan sehari-hari, padahal ada keluarga yang mengharapkan banyak dari
kita. Selain permasalahan di atas keenakannya ialah dekat dengan keluarga namun
kelemahannya mungkin yaitu gaji tidak cukup dengan diri sendiri apalagi untuk
keluarga
Disini saya mengambil pekerjaan ialah tidak
ada pekerjaan tanpa pengorbanan. Saya mengira bahwa pilihan saya salah karena
berpikir menyia-nyiakan untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lumayan,
namun saya salah lagi karena teman dekat saya juga meilih pilihan yang sama
dengan saya, mengorbankan peluang pekerjaan seperti tadi, alasan utamanya
adalah orang tua, kapan lagi kita mengabdi untuk orang tua, karena orang tua
dimasa senjanya hanya ingin tinggal berama anak-anaknya.
Banyak kasus yang saya alami sendiri, ketika
bos saya bercerita dalam perjalanan mobil bersama, bahwa ada teman-temannya
yang 4 bersaudara, orang tua jatuh sakit karena sudah tua renta, yang miris
adalah anak-anaknya ini seakan menghindar untuk merawat orang tuanya. Bagi saya
terlepas pandangan dari anak dari orang tau yang sakit tadi, perbuatan seperti
itu tidak bisa dimaafkan, kita yang dari kecil dirawat samapi besar tidak mau
merawat orang paling berjasa dalam hidup kita. Orang tua merawa kita sambil
mengharapkan kehidupan dari kita, ingin melihat anaknya sehat dan sukses,
sedangkan jika kita merawat orang tua kita, kita hanya menunggu orang tua kita
semakin rapuh dan menunggu kematiaannya, terlepas dari usia tidak ada yang tau
dan tidak ditentukan oleh umur juga
Teman saya Alto yang sebenarnya baru beberapa
hari kenal namun cepat sekali akrab dan sering berukar pikiran, saya sering
debat dengan dia dalam beberapa hal, namun ada satu pandangan yang sama dengan
saya. Dia 3 bersaudara, dan orang tuanya hanya tinggal ibunya yang tinggal
sendirian di rumahnya, sedangkan dia adalah bungsu dan kakak-kakaknya sudah
berkeluarga dan tidak tinggal bersama ibunya, ibunya berharap agar tidak
kehilangan anaknya lagi dalam artian bisa tinggal bersama jika bekerja dan
berkeluarga nanti. Alto sendiri bilang bahwasanya hal itu menjadi tanggungannya
sebagai seorang anak, apalagi yang diharapkan dari seorang orang tua dan hal
itu seakan-akan menjadi permintaan terakhirnya
Halili teman saya juga demikian dia, dia saat
ingin bersekolah di SMA favorit dikota juga menjadi dilema ketika ibunya tidak
mengizinkan dan agar sekolah yang dekat saja, kala itu dia menjadi anak tunggal
sampai pada kelas 2 SMA adiknya lahir, kuliah pun demikian dan akhirnya dia
kuliah di kampus swasta, namun dalam semester 3 dia mendaftar di kampus negeri
dan diterima dengan bidikmisi, mungkin itu merupakan faktor utama yang akhirnya
mengizinkan halili untuk berkuliah dengan jarak 3 jam dari rumahnya
Awal tahun 2021 saya sebenarnya miris terhadap
diri sendiri, di usia yang sudah dibilang matang, namun belum ada kemapanan,
dimana teman sebaya saya banyak yang sudah menikah dan punya anak, saya masih
gini-gini saja. Suatu ketika saya mengikuti interview, dimana beberapa diikuti
pula oleh yang sudah banyak pengalaman, bisa di bilang bapak-bapak, serta fresh
graduate dan lulusan S2. Ternyata pendidikan tinggi tidak menjamin kesuksesan
dizaman edan ini, zaman pandemi, asya lalu merasa bahwa diri ini harus
berdikari dan mencoba suatu usaha agar bisa berdikari dan tidak diperintah
orang lain atau diatur orang lain, kita harus menentukan arah hidup kita
sendiri
No comments:
Post a Comment