Saturday, March 27, 2021

TERIMA KASIH TEMBAKAU

 

Setiap pagi warga kampung berangkat ke sawah yang merupakan rutinitas warga di desa Pakong, Kampung-kampung disini jauh dari keramaian kota, Selain itu bertani adalah pekerjaan mayoritas di sini, tidak banyak anak-anak muda di desa ini yang berpendidikan tinggi kala itu, kebanyakan pemikiran yang berkembang pada anak-anak muda dari seorang anak petani, menganggap bahwa ketika besar nanti mereka akan menjadi petani dan meneruskan pekerjaan orang tua secara turun temurun.

Sektor Pendidikan pun masih jauh dari kata ideal, tidak banyak terdapat lembaga pendidikan pemerintah yang terdapat di kampung ini, namun ada beberapa lembaga pendidikan agama yang berdiri di desa ini. Kebutuhan dan kesadaran akan pendidikan agama di desa ini sangatlah besar, oleh sebab itu ada kepercayaan disini bahwa seorang laki-laki yang ingin menikah haruslah menamatkan pendidikan di pesantren terlebih dahulu, itu lah yang menjadi keharusan untuk menikah di desa ini. Menuntut ilmu pesantren di desa ini merupakan sebuah kewajiban bagi setiap anak muda baik Laki-laki atau perempuan, masyarakat desa ini memang lebih mementingkan ilmu agama dari pada ilmu umum di lembaga pendidikan pemerintah. Semata-mata yang diharapkan adalah taat agama dan juga menjadikan pribadi bertatakrama yang baik.

kepada lembaga pemerintah seperti sekolah negeri, warga disini sangat menjaga tradisi lokal, di luar perkembangan ilmu teknologi dan informasi yang begitu cepat, seakan akan warga disini acuh tak acuh terhadap hal tersebut. Orang tua di desa ini selalu menekankan karakter dan perilaku atau akhlakul karimah, sehingga desa sangatlah tentram dan damai, hamper tidak ada masalah yang sangat serius seperti pencurian dan perampokan. Hal itulah yang mebuat desa ini bisa menangkal pengaruh buruk dari luar dan budaya asing. Kampung-kampung disini hanya dilalui satu jalan yang beraspal, itu pun bukan jalan nasional atau jalan yang lebar, jalan yang hanya bisa dilalui satu truk kecil

Kali ini saya akan share tentang tanaman tembakau, dimana tanaman ini adalah hasil dari pertanian yang menjadi primadona sejak dahulu kala, terutama di daerah Madura, diapa yang tidak pernah bertani tembakau di Madura, ya jika kalian menanyakannya pada generasi milenial ya jelas mereka akan menjawab tidak pernah. Karena tidak ada generasi milenial yang bercita-cita menjadi Petani. Berbeda dengan dulu, dimana tembakau menjadi komoditas utama. Hal itu memunculkan budaya sendiri yang biasanya berlangsung saat musim panen tembakau tiba. Seperti misalnya kehadiran Pasar malam, dengan deretan wahana permainan anak serta berbagai barang-barang yang diperjual belikan, tentu hal ini juga mengakibatkan inflasi lokal, dimana uang beredar saat musim panen lebih besar dari pada sebelum musim panen. Saya selalu teringat masa kecil, ketika menjadi keharusan untuk selalu berkunjung ke pasar malam ini, walaupun saya harus ke kota, dan baru dimasa saya sekolah SD, akhirnya pasar malam semakin dekat karena berada di stadion di kampung saya. Kembali dimasa dimana tembakau menjadi primadona. Hadirnya pasar malam yang saya dan kebanyakan orang disebut dulu dengan istilah “pameran”.

Banyak orang dulu bisa berhaji karena berbisnis tembakau yang menjadi sumber pendapatan utamanya. Termasuk kakek saya dari sisi ayah dan ibu, namun kakek dari sisi ibu menjadi tengkulak dan bisa mendapatkan untung, sedangkan kakek dari sisi bapak masih bertani seperti biasa. Bapak saya dulu juga pernah bertani, entah itu padi dan tembakau. Hal yang saya sangat rindukan sekarang

Musim Terus Berganti

Monopoli Pasar Tembakau oleh perusahaan besar sudah menjadi hal lumrah di segala sektor, tak terkecuali bisnis rokok. Seperti kita ketahui sendiri pemilik perusahaan Djarum menjadi orang terkaya di negeri ini, Pusat pabrik rokok serta daerah hasil komoditas tembakau ini memang terpusat di jawa timur. Entah itu menjadi faktor utama atau bukan, perokok juga sangat banyak dan pesat oleh masyarakat jawa timur, tak terkecuali anak dibawah umur. Beberap perusahaan besar nasional merupakan pemain utama dalam memainkan harga beli tembakau sampai pernah jauh ke titik terendah harga perkilonya. Hal ini juga mendorong terciptanya perusahaan lokal yang mengolah sendiri rokok dengan merk sendiri.

Belakangan semakin gencarnya isu-isu kesehatan juga mempengaruhi bisnis rokok. Semakin sulitnya komoditas jual rokok dengan diperketatnya penjualan rokok memaksa perusahan-perusahaan melakukan efiiensi guna mensiasati hal tersebut, seperti misalnya mulai banyak menggunakan mesin, dan mengurangi pekerja, dilain sisi pemerintah juga memberikan keringanan bagi perusahaan rokok yang memproduksi rokok dengan tenaga manusia. Semakin kesini para petani tembakau hanya bisa balik modal tanpa mendapat untung, belum lagi susah payah menjaga tanaman tembakau dari hama, serta menyiram tembakau dengan cara manual dengan memikul air. Ibarat kata, tidak ada harganya jerih payah melawan terik matahari di siang hari. Hal ini tentu berbeda ketika bercocok tanam padi, lahan sawah hanya perlu dialiri air begitu saja, tembakau perlu penyiraman khusus. Perubahan Musim juga memperngaruhi kualitas tembakau, diawal-awal abad 21 musim masih sesuai jadwalnya, berbeda seperti sekrarang yang seperti tidak dapat di prediki lagi, tidak mempunyai kalender pasti kapan perubahan musim terjadi. Penelitian menunjukkan bahwasanya musim selalu berubah-uabh dalam kalender setiap 20 tahun sekali

           

 

No comments:

Post a Comment