Setiap pagi warga kampung berangkat ke sawah yang merupakan rutinitas warga di desa Pakong, Kampung-kampung disini jauh dari keramaian kota, Selain itu bertani adalah pekerjaan mayoritas di sini, tidak banyak anak-anak muda di desa ini yang berpendidikan tinggi kala itu, kebanyakan pemikiran yang berkembang pada anak-anak muda dari seorang anak petani, menganggap bahwa ketika besar nanti mereka akan menjadi petani dan meneruskan pekerjaan orang tua secara turun temurun.
Sektor Pendidikan pun masih jauh dari kata ideal,
tidak banyak terdapat lembaga pendidikan pemerintah yang terdapat di kampung
ini, namun ada beberapa lembaga pendidikan agama yang berdiri di desa ini. Kebutuhan dan kesadaran akan pendidikan agama di desa
ini sangatlah besar, oleh sebab itu ada kepercayaan disini bahwa seorang
laki-laki yang ingin menikah haruslah menamatkan pendidikan di pesantren
terlebih dahulu, itu lah yang menjadi keharusan untuk menikah di desa ini. Menuntut
ilmu pesantren di desa ini merupakan sebuah kewajiban bagi setiap anak muda baik
Laki-laki atau perempuan, masyarakat desa ini memang lebih mementingkan ilmu
agama dari pada ilmu umum di lembaga pendidikan pemerintah. Semata-mata yang
diharapkan adalah taat agama dan juga menjadikan pribadi bertatakrama yang
baik.
kepada lembaga pemerintah seperti sekolah negeri, warga
disini sangat menjaga tradisi lokal, di luar perkembangan ilmu teknologi dan
informasi yang begitu cepat, seakan akan warga disini acuh tak acuh terhadap
hal tersebut. Orang tua di desa ini selalu menekankan
karakter dan perilaku atau akhlakul karimah, sehingga desa sangatlah tentram
dan damai, hamper
tidak ada masalah yang sangat serius seperti pencurian dan perampokan. Hal
itulah yang mebuat desa ini bisa menangkal pengaruh buruk dari luar dan budaya
asing. Kampung-kampung disini
hanya dilalui satu jalan yang beraspal, itu pun bukan jalan nasional atau jalan
yang lebar, jalan yang hanya bisa dilalui satu truk kecil
Kali ini saya akan share tentang tanaman tembakau, dimana
tanaman ini adalah hasil dari pertanian yang menjadi primadona sejak dahulu
kala, terutama di daerah Madura, diapa yang tidak pernah bertani tembakau di
Madura, ya jika kalian menanyakannya pada generasi milenial ya jelas mereka
akan menjawab tidak pernah. Karena
tidak ada generasi milenial yang bercita-cita menjadi Petani. Berbeda
dengan dulu, dimana tembakau menjadi komoditas utama. Hal itu memunculkan budaya sendiri yang biasanya
berlangsung saat musim
panen tembakau tiba. Seperti misalnya kehadiran
Pasar malam, dengan deretan wahana permainan anak serta berbagai barang-barang
yang diperjual belikan, tentu hal ini juga mengakibatkan inflasi lokal, dimana
uang beredar saat musim panen lebih besar dari pada sebelum musim panen. Saya
selalu teringat masa kecil, ketika menjadi keharusan untuk selalu berkunjung ke
pasar malam ini, walaupun saya harus ke kota, dan baru dimasa saya sekolah SD, akhirnya
pasar malam semakin dekat karena berada di stadion di kampung saya. Kembali
dimasa dimana tembakau menjadi primadona. Hadirnya pasar malam yang saya dan
kebanyakan orang disebut dulu dengan istilah “pameran”.
Banyak orang dulu bisa berhaji karena berbisnis tembakau
yang menjadi sumber pendapatan utamanya. Termasuk kakek saya dari sisi ayah dan
ibu, namun kakek dari sisi ibu menjadi tengkulak dan bisa mendapatkan untung,
sedangkan kakek dari sisi bapak masih bertani seperti biasa. Bapak saya dulu
juga pernah bertani, entah itu padi dan tembakau. Hal yang saya sangat rindukan
sekarang
Musim
Terus Berganti
Monopoli Pasar Tembakau oleh perusahaan besar sudah
menjadi hal lumrah di segala sektor, tak terkecuali bisnis rokok. Seperti kita
ketahui sendiri pemilik perusahaan Djarum menjadi orang terkaya di negeri ini,
Pusat pabrik rokok serta daerah hasil komoditas tembakau ini memang terpusat di
jawa timur. Entah itu menjadi faktor utama atau bukan, perokok juga sangat
banyak dan pesat oleh masyarakat jawa timur, tak terkecuali anak dibawah umur. Beberap
perusahaan besar nasional merupakan pemain utama dalam memainkan harga beli
tembakau sampai pernah jauh ke titik terendah harga perkilonya. Hal ini juga
mendorong terciptanya perusahaan lokal yang mengolah sendiri rokok dengan merk
sendiri.
Belakangan semakin gencarnya isu-isu kesehatan juga
mempengaruhi bisnis rokok. Semakin sulitnya komoditas jual rokok dengan
diperketatnya penjualan rokok memaksa perusahan-perusahaan melakukan efiiensi
guna mensiasati hal tersebut, seperti misalnya mulai banyak menggunakan mesin,
dan mengurangi pekerja, dilain sisi pemerintah juga memberikan keringanan bagi
perusahaan rokok yang memproduksi rokok dengan tenaga manusia. Semakin kesini
para petani tembakau hanya bisa balik modal tanpa mendapat untung, belum lagi
susah payah menjaga tanaman tembakau dari hama, serta menyiram tembakau dengan
cara manual dengan memikul air. Ibarat kata, tidak ada harganya jerih payah
melawan terik matahari di siang hari. Hal ini tentu berbeda ketika bercocok
tanam padi, lahan sawah hanya perlu dialiri air begitu saja, tembakau perlu
penyiraman khusus. Perubahan Musim juga memperngaruhi kualitas tembakau, diawal-awal
abad 21 musim masih sesuai jadwalnya, berbeda seperti sekrarang yang seperti tidak
dapat di prediki lagi, tidak mempunyai kalender pasti kapan perubahan musim
terjadi. Penelitian menunjukkan bahwasanya musim selalu berubah-uabh dalam
kalender setiap 20 tahun sekali
No comments:
Post a Comment