Buku ini bertipe kumpulan pemikiran-pemikiran tentang sebuah
organisasi, yaitu organisasi yang kadang kala saya dengar namun saya tidak tahu
ini merupakan organisasi seperti bagaimana,
entah karena wawasan dan pergaulan saya yang sempit atau karena organisasinya
yang mulai redup. Saya
baru paham tentang ICMI ketika
membaca buku ini, yang sebenarnya adalah buku almarhumah tante saya sewaktu
kuliah di Universitas Muhammadiyah
Malang, buku yang
terbengakalai lalu saya ambil dan saya
bersihkan, Pemikiran dalam buku ini masih dalam periode orde baru
dimana para pemikirnya belum tahu akan datangnya Reformasi, sehingga banyak
opini yang hanya berputar-putar pada suksesi setelah Soeharto.
ICMI
sendiri menurut pendapat dalam buku ini dianggap sebagai angin segar dalam pergerakan arah
intelek-intelek islam. ICMI sendiri
beranggotakan para pemuda-pemuda yang
bisa mengenyam pendidikan tinggi. Awal dari terbentuknya organisasi ini dimulai dari
diskusi-diskusi kecil di sebuah kampus di daerah Malang, diskusi-diskusi di
masjid atau musholla kampus sudah banyak sejak mulai banyaknya kesempatan
belajar di perguruan tinggi namun tidak banyak yang menghasilkan sesuatu yang
konkrit seperti ini. Setelah disepakati terbentuknya ICMI barulah hal yanng
paling penting adalahsiapa yang pantas menjadi pucuk pimpinan organisai ini.
Hal yang mengejutkan adalah bisa menempatkan presiden ke-3 kita yang saat itu menjabat sebagai Menteri di pemerintahan Soeharto Terpilih
sebagai ketua umumnya dan peresmiannya dihadiri pula oleh presiden Soeharto. Hal tersebut memunculkan banyak pendapat
bahwa ini merupakan langkah politik Soeharto
agar kembali mendapat dukungan dari kalangan cendikiawan muslim. Seperti kita ketahui tahun 90an pamor Soeharto mulai menurun dengan mulai banyaknya gerakan-gerakan diskusi yang mencermati gaya kediktatoran Soeharto dan lamanya
memimpin negeri ini serta ruang gerak yang sangat sempit bagi pembaharuan
dianggap banyak pengamat mulai membuat goyah kekuasan Soeharto.
Islam sendiri yang pelajari dari buku ini ternyata tidak banyak mendapat
tempat dalam pemerintahan Soeharto.
Sekularisme dalam pemerintahan Soeharto
diakibatkan anggapan
bahwa islam sebagai agama mayoritas meiliki power dari segi massa yang
ditakutkan akan mengubah arah ideologi ke arah ideologi islam sepenuhnya seperti saat Pancasila
pertama kali dirumuskan yang berdasar pada ketentuan ALLAH swt yang kemudian
disesuaikan lagi konteknya menjadi ketuhanan untuk mengakomodasi
minoritas-minoritas masyarakat nonmuslim yang mengakibatkan munculnya kembali kelompok-kelompok yang menginginkan
negara berjalan sesuai Syariat Islam seperti gerakan Negara Islam Indonesia. Ketika Birokrasi dan ABRI sudah
terintegrasikan ke dalam “negara” sedangkan kampus berhasil “ditidurkan” dan
hanya segelintir mahasiswanya yang sesekali masih berteriak. Para pengusaha
cina bukan hanya patuh tapi malah menjadi rekan kolusi yang paling di andalkan,
LSM memang kritis dan tegas namun tidak bertaji. Dan hanya islamlah yang akan
diperhitungkan oleh pemerintah. Masyumi adalah contoh nyata bagaimana takutnya
negara terhadap islam, dengan langkah-langkah yang di ambil guna menekan
Masyumi lalu membubarkannya. Perkembangan ICMI tidak
lepas dari tokoh pemikir islam terdahulu yang lekat dengan pandangan bahwa kaum
santri-priyayi tidak perlu untuk mengeyam pendidikan formal dan hanya kaum “abangan” yang bisa menjangkau sekolah-sekolah formal itu
Pendapat
Anthony reid dalam buku ini mengatakan bahwa islam di Asia Tenggara bukanlah
suatu kekuatan besar dan dianggapnya
hanya Peripheral
bagi
kebudayaan islam yang berpusat di timur tengah dan wilayah Asia Tenggara di
istilahkan sebagai “Bawah Angin” dan asia barat umumnya disebut “Atas Angin”.
Asia tengggara juga tidak mempunyai sejarah tentang sebuah peradaban yang besar. Hal itu ditandai bahwa agama dan
kebudayaan di asia tenggara dipengaruhi oleh peradaban timur tengah dan asia
timur seperti Tiongkok. Para pemikir-pemikir islam atau disebut dengan penulis “Jawi”
tidak menuliskan pemikirannya dengan Bahasa arab namun dengan Bahasa melayu
yang merupakan penghambat masuknya tulisan ini ke timur tengah, di abad
pertengahan tidak semudah sekarang dalam menerjemahkan suatu tulisan serta anggapan bahwa
para pemikir Jawi hanya meneruskan tulisan-tulisan
dari timur tengah
Pro kontra tokoh besar juga mewarnai ICMI salah satunya
Nurcholis madjid yang merupakan tokoh pemikir islam yang pernah menjabat ketua
umum PB HMI yang diangggap
sebagai pemikir pembaharuan dengan pemahaman “Sekularisasi Tanpa Sekularisme” nya, beliau mendukung terbentuknya ICMI
sebagai bentuk ragam warna organisasi islam yang dipandang membawa angin segar
di tengah meredupnya komunitas-komunitas islam yang diakibatkan ketatnya
pengawasan terhadap organisasi islam sejak era Soekarno. Tokoh Muhammadiyah yang kita kenal yaitu Amien rais
juga mendukung dan aktif di pengurusan ICMI. Sedangkan yang kontra
juga datang
dari tokoh besar seperti Abdurrahman wahid, Tokoh Nahdlatul Ulama dan juga
presiden ke-4 Indonesia. Ppendapat beliau bahwasanya ICMI membuat
sekat-sekat dan sektarian terhadap umat islam karena ICMI dihuni dan kebanyakan merupakan
kelas menengah sampai kelas atas yang
mampu menjangkau pendidikan-pendidikan formal seperti jenjang Perkuliahan. Hal ini terbukti ketika Tokoh cendikiawan lainnya yang
dulunya ada di ICMI yang kita kenal dengan Cak nun menyatakan keluar dari
pengurus pusat ICMI dikarenakan pasifnya ICMI dalam membela kepentingan umat
lapisan bawah dari kesewenang-wenagan rezim Soeharto salam kasus Kedung Ombo.
Dengan begitu banyak anggapan bahwa ICMI tidak menjangkau umat di kelas bawah
yang sangat banyak. Terdapat pula pendapat
tentang ICMI tidak akan
bisa bertahan terhadap
zaman dikarenakan ICMI hanyalah sebuah organisasi yang tidak sama seperti NU dan Muhammadiyah yang
meililki struktur organisasi yang mengakar dari atas sampai ke bawah serta ICMI
juga tidak punya wadah pengkaderan yang jelas berbeda dengan organisasi ekstra
kampus seperti HMI, PMII, GMNI dan organasnisai kampus lainnya
No comments:
Post a Comment