Buku ini merupakan buku bertipe banyak penulis dimana
buku ini ditulis oleh mahasiswa-mahasiswi dalam sebuah program mata kuliah di
salah satu universitas yang terdapat di jakarta yang mengadakan semacam program
kunjungan terhadap tempat-tempat ibadah agama yang resmi ada di Indonesia dan
satu agama yang masih “menumpang” pada agama lain dikarenakan tidak banyak
penganutnya sehingga status dalam kartu tanda penduduk (KTP) masih menggunakan
nama agama lain. Tulisan ini menarik karena banyak dari kita sendiri yang belum
tahu ataupun datang langsung ke tempat ibadah agama lain. Stereotip yang
berkembang di masyarakat kita bahwa kita harus menjauhi tempat ibadah agama
lain, membuat kita jadi semakin rentang dalam hubungan antar agama, namun
belakangan berkembangnya sikap pluralis yang mulai banyak dipahami anak muda
turut andil dalam membawa angin segar terhadap beragamnya agama di Indonesia
setiap mahasiswa mempunyai arah dan pandangan baru ketika mengunjungi tempat
ibadah agama lain. Selain itu ada faktor penting yang berpengaruh dalam buku
ini yakni berdasar beragamnya etnis dan agama yang ada di ibu kota seperti
jakarta, terdapat pula ragam latar belakang dari para mahasiswa ini. Seperti
latar belakang keluarga yang terdapat 2 agama berbeda atau baru menganut agama
baru misal dari kristen ke islam dan ada pula yang mendapat pemikiran tertarik
dengan budaya agama lain hal ini di pengaruhi oleh budaya di Indonesia, semisal
mudik yang terjadi seatiap hari raya idul fitri.
Setelah
membaca buku ini
saya jadi berpikir seribu kali, saya memang berusaha selalu membuka pikiran
terhadap pikiran-pikiran yang
tidak sama dengan kita serta mengkaji atau
kalau perlu dibandingkan, dalam buku
tersebut saya menyadari bahwa diluar daerah provinsi Jawa timur tempat saya berasal dan mengenal kebudayaan,
tidak sama dengan kita, terlepas
dari faktor ekonomi dan keluarga, saya merasa
bahwa masyarakat Jakarta pada
umumnya tidak terlalu paham betul dengan agama dalam pandangan saya pribadi, sedangkan Indonesia
Penduduknya mayoritas agama
islam. Ada satu hal menarik ketika saya menjumpai pendapat
yang sama dalam beberapa tulisan di buku ini, buku ini terbit sekitar tahun
2017 dimana suasana politik di jakarta khususnya sedang panas-panasnya karena
dalam masa persiapan pemilu gubernur dan presiden. Terjadinya demo
besar-besaran oleh salah satu ormas membuat nama islam sendiri sedikit
tercoreng, karena sejak kejadian demo besar yang berjilid-jilid membuat islam
identik dengan kekerasan dan hal buruk lainnya. Hal inilah yang saya tangkap
dari beberapa pendapat yang saya jumpai
Faktor
sosial bisa berpengaruh tetapi dari hasil yang saya baca adalah dari
faktor keluarga, banyak dari keluarga para mahasiswa yang mengikuti studi agama-agama dalam program ini, mempunyai
keluarga yang
berbeda-beda
agama, mulai dari kakek dan neneknya yang bukan islam, atau orang tuanya awalnya bukan islam, atau kerabatnya yang bukan islam, ada juga yang islam namun lingkungannya bukan mayoritas
islam dan sebaliknya. Hal tersebut yang menjadikan pemahaman tentang agama yang
bercampur-campur apabila tidak di landasi dengan ilmu agama yang kuat
sehingga mereka seperti menganggap agama itu simpel yang penting menjadi pribadi yang baik saja tanpa
perlu dipelajari asbabun nuzulnya kenapa kita harus melakukan suatu ibadah. Serta mereka berpandangan islam seperti para penganut paham sekuler lainnya yang
membedakan Agama dan Kehidupan sehari-hari.
Selain itu ada yang menganggap islam mereka murni dan tidak mau ber aliran-aliran, justru inilah kedangkalan ilmu dari suatu
pemahaman tentang agama mereka, apakah mereka mampu memahami apa
isi dan maksud dari ayat-ayat Al Quran dan hadits, sedangkan ulama terdahulu
membuat berjilid jilid kitab demi mencari dasar-dasar dan sebab sebuah ayat Al Quran
yang diturunkan belum
lagi memaknai sebuah hadits yang ada kategori hadits itu benar atau palsu
yang juga kita harus
percayai. Lalu saya berpikir beruntung lahir di Jawa timur tepatnya di Madura, anggaplah
awalnya saya Islam keturunan, tapi tidak seperti kebanyakan di daerah lainnya, Lingkungan Pesantren di jawa timur sangat kental
dibanding daerah lainnya di Indonesia. Setelah saya kuliah saya sedikit banyak
paham tentang mengapa ada Nahdlatul Ulama dan mengapa ada Muhammadiyah saya
contohkan kedua organisasi masyarakat (ormas) itu karena merupakan ormas
terbesar yang ada di Indonesia. Keluarga saya sendiri dari
ibu dan bapak sangat kental tentang keislaman, ditambah lingkungan di daerah saya juga lingkungan pesantren
No comments:
Post a Comment