Nilai-nilai Demokrasi,
toleransi, pluraslisme, emasipasi dan hak asasi manusia memang terkandung dalam
Islam, Namun apa yang ada sekarang tidak seperti dalam pemahaman Islam, karena
mereka yang terus mengusung sekularisme punya agenda sendiri. Semisal ada tokoh
Partai yang menolak diberlakukannya hukum syariah di suatu daerah, padahal hal
tersebut berlaku untuk muslim saja, lalu ada pula yang menolak poligami dengan
alasan intoleransi dengan alasan merugikan perempuan dan menelantarkan
anak-anak, padahal undang-undang di negeri ini sudah lama mengesahkan pligami.
Padahal Poligami berdasar data perceraian bukan yang paling banyak dalam kasus perceraian
namun karena faktor ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga dan lain-lain.
Anehnya pada waktu yang bersamaan yang menolak poligami tidak bersuara terhadap
fenomena lokalisasi yang masih marak baik secara terang-terangan ataupun secara
dia,-diam, bahkan cendderung melegalkan. Padahal itu jelas menistakan
perempuandan membahakan anak-anak. Selain itu mereka juga yang pasang badan
terhadap dukungan melegalkan LGBT atas nama kebebasan berkeyakinan. Komunitas
LGBT tetap berprinsip dan menekankan bahwa sifat tersebut sudah menjadi bawaan
sejak lahir dan tidak bisa ditolak
Dalam Islam
sendiri ada ayat Al-quran dan Hadits yang sudah menerangkan kodrat perempuan. Dalam
surat An-nisa ayat 34 “ Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita,
oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka(laki-laki) atas sebagian
atas sebagian yang lain (peerempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka”. Ayat ini kemudian di tafsir oleh
Ibnu Katsir yang menyimpulkan adalah laki-laki lebih baik daripada perempuan
karena itulah pangkat kenabian diberikan kepada laki-laki dan tidak akan ada kejayaan
jika perempuan yang memimpin. Riwayat hadits dari Abdullah bin Umar, ketika
Rasullullah mengatakan bahwa mayoritas penduduk neraka adalah perempuan
dikarenakan perempuan sering kali melaknat
dan mengingkari kebaikan-kebaikan suami. Kesaksian seorang laki-laki
sama dengan kesaksian dua orang perempuan serta ketika seorang wanita haid
tidak bisa melaksanakan ibadah sholat dan puasa. Seorang perempuan juga tidak
bisa mengontrol emosinya dengan baik seperti pria daripada akalnya sehingga menyebabkan
keseimbangan berpikirnya berkurang ketika emosinya bermain.
Pluralisme yang salah jalan dan maksud pun banyak bertebaran
dengan mencampurkan ajaran-ajaran agama. Pluralisme agama yang menyatakan semua
pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga. Berdasarkan
pengertian itu, MUI memfatwakan pluralisme agama bertentangan dengan Islam dan
Muslim haram mengikuti paham itu. “Dalam masalah akidah dan ibadah, umat Islam
wajib bersikap eksklusif.” Dalam artian, haram mencampuradukkan akidah dan
ibadah umat Islam dengan akidah dan ibadah umat beragama lainnya. Mengenai
pluralitas di masyarakat MUI pun menyinggungnya. Bagi yang tinggal bersama
pemeluk agama lain, dalam masalah sosial yang tak berkaitan dengan akidah dan
ibadah, umat Islam bersikap inklusif. Menurut MUI, ini berarti Muslim tetap
menjalin pergaulan sosial dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling
merugikan. Dalam memutuskan fatwa tersebut, lembaga ini merujuk pada sejumlah
ayat Alquran dan hadis sebagai dasar. Di antaranya, Surah Ali Imran ayat 19,
yang menyatakan agama yang diridhai di sisi Allah SWT hanyalah Islam.
REFRENSI
·
SIDOGIRI
MEDIA edisi 135
·
SIDOGIRI
MEDIA edisi 145
· republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/06/18/m5t1qz-islam-menentang-pluralisme-agama (19 Juli 2020)
No comments:
Post a Comment