Patriarki sudah ada sejak
zaman dulu, entah merupakan sifat dasar manusia untuk terus merendahkan kaum
Hawa, atau merupakan sebuah sistem politik yang diciptakan oleh manusia itu
sendiri, Patriarki bahkan tidak memandang bangsa, dan sudah berkembang sejak peradaban
kuno lainnya berikut sistem patriarki dalam beberapa bangsa
Patriarki yang terjadi di Bangsa
Arab Jahiliyah. Dalam pelbagai lini kehidupan Arab jahiliyah perempuan selalu
mendapat perlakuan diskriminatif, berbagai hak-hak ketidaksetaraan yang
merendahkan banyak terjadi seperti contoh, Perempuan tidak mendapat ahli waris
sepeser pun dari tirkah keluarga, bayi perempuan saat itu tidak berhak hidup dan
dianggap sebagai dalang kemiskinan dan bencana karenanya, bayi perempuan harus
dibunuh dan dibinasakan dengan cara dikubur hidup-hidup. Selain itu ada praktik
dalam pernikahan yaitu ketika seorang suami membiarkan laaki-laki lain secara
bergantian menggauli istrinya hingga hamil. Istri itu bisa kembali kepada
suaminya ketika bayi yang dikandungnya telah lahir
Patriarki dalam bangsa Yunani.
Orang yunani menganggap perempuan layaknya barang yang bisa diperjual belikan
serta bisa diwariskan, tidak mempunyai derajat sosial dan disamakan dengan
hamba sahaya. Bahkan banyak perempuan yunani yang menjadi pelacur sebagai
pekerjaannya. Salah bukti konkret yaitu berasal dari seorang filsuf yunani yang
bernama Demosthenes, bahwa istri tidak lain hanya berfungsi melahirkan anak
sebagai penerus generasi
Patriarki dalam bangsa Romawi.
Bangsa romawi punya kendali penuh terhadap istrinya bahkan seorang istri bisa
diperjual belikan kepada orang lain bahkan bisa membunuhnya jika sudah tidak
ada perasaan suka lagi, hal itu menjadi wajar dan bukan merupakan sebuah
kejahatan. Sebuah tradisi di romawi dimana perempuan harus berkumpul disebuah tempat dengan menanggalkan semua
pakaiannya dan kaum laki-laki bisa bergabung dan melakukan apapun
Patriarki dalam bangsa Persia.
Ketika seorang perempuan melakukan kesalahan selalu di eksekusi dengan hukuman
yang paling berat entah itu salah yang kecil atau pun kesalahan yang besar.
Kaum perempuan juga hanya boleh menikahi seorang yang menganut ajaran Zoroaster
(Majusi). Lalu ketika perempuan sedang menstruasi, perempuan akan diasingkan ke
tempat yang jauh dari keramaian dan tidak boleh bergaul dengan siapa saja
Bangsa Hindustan, India merupakan
pusat dari agama hindu. Disana perempuan diyakini sebagai sumber dosa.
Kerusakan akhlak dan kerusakan jiwa. Setiap ada dosa dan degradasi moral selalu
perempuan yang di anggap penyebab, Di India pun wanita tidak mendapatkan hak
waris. Tindakan tidak manusiawi lainnya ketika suaminya meninggal maka si istri
tadi akan ikut dibakar juga sebagai bentuk kesetiaannya kepada suaminya. Ini merupakan
tradisi di India yang melekat pada sejarah India tempo dulu
Bangsa Yahudi meyakini perempuan
sebagai makhluk terlaknat karena menjadi dalang nabi Adam dikeluarkan dari
surga, bangsa yahudi juga menilai bahwa perempuan adalah barang yang bisa
diperjual belikan dengan apapun. Kalangan tokoh agama yahudi juga sering
mengatasnamakan agama untuk melakukan praktik pelacuran di rumah ibadah agama
yahudi dengan dalih mendekatkan diri pada Tuhan
Kristen
Eropa ketika itu paus Tertulianus berkata bahwa wanita adalah pintu masuknya
setan ke dalam jiwa manusia yang juga menyalahkan hawa yang menyebabkan Adam
jatuh ke dalam pohon larangan Allah. Mempunyai pemahaman bahwa perempuan sumber
dosa yang menjerumuskan laki-laki ke dalam kedurhakaan
Suku Jawa dan Indonesia pada
umumnya penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa
bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang
tak dikenal, dan harus bersedia dimadu. "Perempuan itu kodratnya di rumah,
melayani suami dan membesarkan anak”. Pernyataan itu juga memengaruhi citra
perempuan Jawa, yang didukung oleh budaya, tradisi, dan nilai-nilai Jawa.
Perempuan Jawa dianggap memiliki sifat keibuan, lembut, dan penurut, dan mau
ditata. Secara etimologi, istilah wanita berasal dari bahasa jawa, yaitu wani
ditoto (berani ditata), artinya perempuan tidak memiliki kontrol atas dirinya
sendiri dan harus tunduk kepada laki-laki. Sejak kecil perempuan Jawa diajarkan
untuk menjadi penurut, pandai mengerjakan pekerjaan domestik (mencuci, menyapu,
memasak, dll), tidak boleh keluar malam, dan harus menjaga sopan santun. Citra
perempuan Jawa yang penuh kasih, lembut, dan penurut membuat perempuan
dikontrol oleh aturan-aturan. Jika perempuan Jawa bertingkah sebaliknya akan
mendapatkan komentar saru yang artinya tidak pantas, atau kelakuan yang
memalukan. Karya Ilmiah Sriyadi S.Kar M.Hum dengan judul Nilai-nilai Kewanitaan
dalam Budaya Jawa. Terdapat 4 (empat) nilai yang dipegang oleh perempuan Jawa. Pertama,
Setya, di mana perempuan harus setia kepada suaminya bagaimanapun kondisinya.
Kedua, Bekti, melalui tradisi upacara Mijiki, istri diminta untuk membasuh dan
mengelap sebagai simbol kalau perempuan akan senantiasa berbakti dalam berumah
tangga atau ungkapan Jawanya bakti mring kankung. Ketiga, Mituhu, perempuan
diminta untuk memerhatikan dan meyakini didikan suaminya, serta menuruti
perintah suami. Dan keempat, Mitayani, perempuan Jawa harus dapat dipercaya.
Raja-Raja Jawa dan bupati jaman belanda (kecuali Sultan Hamengkubowono X)
terbiasa untuk melakukan poligami.
Datangnya
islam mengangkat derajat wanita yang dari zaman jahiliyah selalu direndahkan
dan menjadi harapan baru bagi kaum hawa untuk hidup dengan hak-hak dasar
seorang hamba. Walaupun tetap ada batasan bagi seorang perempuan dan salah
satunya dijelaskan dalam ayat Al Quran yaitu dlm surat An-nisa ayat 34“. Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum
wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka(laki-laki) atas
sebagian atas sebagian yang lain (peerempuan), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”. Ayat ini kemudian di tafsir oleh
Ibnu Katsir yang menyimpulkan adalah laki-laki lebih baik daripada perempuan
karena itulah pangkat kenabian diberikan kepada laki-laki dan tidak akan ada
kejayaan jika perempuan yang memimpin. Dalam sebuah riwayat hadits dari
Abdullah bin Umar, ketika Rasullullah mengatakan bahwa mayoritas penduduk
neraka adalah perempuan dikarenakan perempuan sering kali melaknat dan mengingkari
kebaikan-kebaikan suami. Kesaksian seorang laki-laki sama dengan kesaksian dua
orang perempuan serta ketika seorang wanita haid tidak bisa melaksanakan ibadah
sholat dan puasa. Seorang perempuan juga tidak bisa mengontrol emosinya dengan
baik seperti pria daripada akalnya sehingga menyebabkan keseimbangan
berpikirnya berkurang ketika emosinya bermain
Wanita karir sebagaimana
perkembangan zaman juga banyak pendapat dari ulama, namun Ayat Al-Quran juga
suda jelas dalam surart Al Ahzab ayat 33 “ Dan hendaklah kamu berdia di rumahmu
dan jangan lah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah
dahulu, dan dirikan shalat, tunaikan zakat dan taatilah Allah dan Rasulnya,
sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait
dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”, Banyak ulama sepakat dan menganjurkan
di rumah kecuali darurat. Dalam keadaan darurat pun juga ada syarat yang harus
dipenuhi semisal meminta izin terhadap orang tua kalau masih lajang dan izin
suami ketika sudah menikah, lalu ada kepentingan hajat yang sesuai syariat,
menutup aurat, tidak berhias, tidak berbaur dengan laki-laki, dan menjaga tata
krama dalam pergaulan. Pada zaman nabi ada pula yang mengadu kepada baginda
Rasulullah karena ia yang menanggung segala kebutuhan rumah tangga, lalu
Rasullah memintanya bercerai, namun perempuan tersebut tidak mau dan meminta
solusi lain, lalu baginda Rasullullah mengatakan dia akan mendapat pahala
berlipat karena menfkahi keluarganya
Era Emansipasi Wanita, Tokoh wanita
Indonesia yang mengangkat derajat seorang perempuan dari perampasan hak-hak
dasar seorang manusia. Raden Adjeng Kartini yang lahir di Jepara, Hindia
Belanda, 21 April 1879 dan sayangnya kartini meninggal di usianya yang masih muda.
Meninggal di Rembang, Hindia Belanda, 17 September 1904 pada umur 25 tahun.
Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi. Suaminya
mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan
sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten
Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.
Pada surat-surat Kartini tertulis pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial
saat itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar
surat-suratnya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa
yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki
kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Kartini menulis ide dan cita-citanya, seperti
tertulis: Zelf-ontwikkeling dan Zelf-onderricht, Zelf- vertrouwen dan
Zelf-werkzaamheid dan juga Solidariteit. Semua itu atas dasar Religieusiteit,
Wijsheid en Schoonheid (yaitu Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan), ditambah
dengan Humanitarianisme (peri kemanusiaan) dan Nasionalisme (cinta tanah air).
Surat-surat
Kartini juga berisi harapannya untuk memperoleh pertolongan dari luar. Pada
perkenalan dengan Estelle "Stella" Zeehandelaar, Kartini mengungkap
keinginan untuk menjadi seperti kaum muda Eropa. Ia menggambarkan penderitaan
perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku
sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan
harus bersedia dimadu. Surat-surat Kartini banyak mengungkap tentang
kendala-kendala yang harus dihadapi ketika bercita-cita menjadi perempuan Jawa
yang lebih maju. Meski memiliki seorang ayah yang tergolong maju karena telah
menyekolahkan anak-anak perempuannya meski hanya sampai umur 12 tahun, tetap
saja pintu untuk ke sana tertutup. Kartini sangat mencintai sang ayah, namun
ternyata cinta kasih terhadap sang ayah tersebut juga pada akhirnya menjadi
kendala besar dalam mewujudkan cita-cita. Sang ayah dalam surat juga
diungkapkan begitu mengasihi Kartini. Ia disebutkan akhirnya mengizinkan
Kartini untuk belajar menjadi guru di Betawi, meski sebelumnya tak mengizinkan
Kartini untuk melanjutkan studi ke Belanda ataupun untuk masuk sekolah
kedokteran di Betawi.
REFERENSI :
· SIDOGIRI MEDIA EDISI 135
· Wikipedia/Kartini
·
https://rilis.id/Melawan-Citra-Perempuan-dalam-Budaya-Jawa (18 Juli
2020)
No comments:
Post a Comment