Wednesday, September 9, 2020

NENEK MISTERIUS DEPAN RUMAH

Setiap pagi saat mau berangkat sekolah saya selalu menjumpai nenek-nenek yang lewat depan rumah. Karena  rumah saya memang di pinggir jalan raya, sebuah jalan desa yang sudah di aspal, dan jika hanya sekali bagi saya, akan dikira orang lewat biasa, namun saya sering melihat nenek itu ketika lewat depan rumah, kemungkinan bukan tetangga atau warga sekitar rumah karena saya tidak menemui nenek itu ketika ada hajatan di kampus saya. Saat siang atau saat saya pulang sekolah saya sering melihat nenek itu duduk-duduk di pinggir jalan, dudukan yang terbuat dari semen atau disebut goed dalam bahasa madura. Sebenarnya dikala itu orang jalan kaki masih umum karena tempat saya memang desa kecil, dan dekat dengan pasar dimana pasar rakyat di desa saya.

Pasar disetiap kecamatan pasti ada, namun disini menjadi rujukan bagi warga kecamatan-kecamatan sekitar daerah saya tinggal karena lebih besar dan tentunya ramai dihari- hari tertentu yang dinamai dengan nama “ Hari Pasaran” dan hari pasaran ini ada di setiap pasar kecamatan di kota saya tinggal. Seperti berurutan harinya, karena memang setiap mempunyai ciri khas sendiri., karena memang setiap pasar ada komoditas tertentu yang menjadi komoditas utama para pedagang disetiap pasar. Misal pasar waru yang memang ada di pesisir pantai, lebih banyak menjual hasil tangkapan laut sehingga untuk mencari jenis ikan tangkapan laut yang kita inginkan bisa langsung datang kesini yang tentunya lebih murah daripada pasar lainnya yang tidak berda dipesisir pantai. Terdapat pula pasar Keppo yang komoditas utamanya menjual sapi-sapi konsumsi, terakhir pasar 17 agustus yang berada di pusat kota menjadi pusat penjualan kambing

Kembali ke nenek yang tadi, karena sebenarnya nenek saya juga pedagang dulunya, karena sudah berusia lanjut akhirnya tidak berjualan lagi, dan sekarang tidak ada yang melanjutkan itu. Nenek saya juga bertani, Dulu jualan roti yang diproduksi sendiri dan dijual ke pasar waru. Suatu ketika saya saat lari pagi di hari minggu atau hari normal yang ketepatan sedang libur sekolah, saya biasanya lari pagi ke bukit belakang rumah, yang sejak dulu menjadi pusat tempat lari, pernah suatu ketika bukit belakang rumah mirip sebuah alun-alun kota saking ramainya orang-orang olahraga pagi. Hal ini biasanya di bulan ramadhan tambah, namun sekarang sudah susah ditemui orang-orang yang olahraga pagi, palingan hanya orang bersepeda, tidak seperti dulu. Rumah saya memang di perbukitan dan bukit belakang rumah ada sebuah jalan raya yang menghubungkan bagian selatan dan utara kota saya, disanalah orang-orang dulu olahraga daya tariknya sudah pasti karena pemandangan dari atas bukit, dan jalan di sana langsung dibatasi oleh tebing dan jurang. Sudah seperti pemandangan di pegunungan seperti kota batu.

Tepat disebuah tikungan tajam di belakang bukit, Disinilah ada sebuah jalan aspalan kecil yang mengarah ke bawah,  sebuah perkampungan terletak di ujung jalan ini. Dan ternyata berdasar info yang saya dapat kebanyakan dari kampung sana memang berjulan hasil kebun di pasar pakong. Dan saya sudah menduga nenek yang sering melewati rumah saya berasal dari sana, karena ada teman yang juga tetangga saya, punya keluarga di kampung itu, dari dialah saya juga dapat info tentang aktivitas orang-orang kampung sana selain pekerjaan bertani. Jarak yang lumayan, terutama bagi nenek-nenek yang berjalan kaki. Sebenarnya saya tidak begitu terkejut karena mengingat cerita nenek saya sendiri, orang-orang terdahulu sudah terbiasa melakukan perjalanan jauh dengan berjalan kaki, jika dibandingkan dengan sekarang mungkin saya sendiri akan kalah ketahanan berjalan seperti itu, walau saya pernah berjalan kaki sejauh 20 km dan sering naik gunung.

No comments:

Post a Comment