Thursday, September 24, 2020

Kepandaian Bukan untuk Membodohi

 Kepandaian Bukan untuk Membodohi

Di daerah saya sinyal telepon seluler baru masuk di awal abad 21, yaitu tahun dua ribuan, saat itu orang yang punya Handphone harus menggunakan antena penerima sinyal, mirip dengan antena televisi, sedangkan telepon umum masih lazim digunakan orang-orang dimasa itu, seperti di halte bisa yang saya temui, ada rasa rindu tersendiri saat ikut orang tua untuk menghubungi kerabat dan harus ke Wartel, mungkin anak milenial tidak ada yang tahu bahwa pernah ada singkatan wartel yang merupakan kepanjangan dari warung telepon, baru kalau Warteg semua orang masih paham. Baru setelah beberapa tahun berjalan, masuklah salah satu provider jasa layanan telekomunikasi dan membangun tower pemancar sinyalnya, sampai pada saat saya sekolah MTS, sudah semua operator masuk di daerah saya, dan begitun saya awal menggunakan Handphone  yang saya gunakan sendiri karena orang tua sudah punya sendiri. Saat itu layanan yang sesuai kantong pelajar ya hanya untuk berkirim sms saja, karena untuk menelepon seseorang butuh ongkos yang sangat mahal

Suatu ketika saya ingat bahwa setiap orang tua pasti menginginkan anaknya bahagia setidaknya itulah yang saya rasakan dan sadar sekarang. Orang tua saya rela memakai handphone yang bahkan lebih jelek dari pada yang saya pakai. Dulu saya masukkelas paling favorit, mugnkin hal itu juga yang diinginkan orang tua saya agar saya tetap bisa berinteraksi dengan teman yang juga sudah memakia handphone canggih. Pernah juga dari perpektif saya pribadi, saya seperti orang yang ga begitu di anggap, karena circle pertemanan yang tidak memakai handphone dan dia merasa kasian untuk tidak membalas sms saya, saya sendiri hanya beli pulsa untuk meng sms dia, sebuah bentuk pengorbanan, “dia” yang saya maksud adalah orang yang saya suka kala itu.

Selain itu saya baru punya komputer saat kelas VIII, tepat sehari sebelum ulang tahun, bukan hadiah ulang tahun, hanya kebetulan saja pas di tanggal itu, dan komputer itu dibeli dimana tempat saya menulis kisah ini. Saat itu yang berangkat membeli ialah bapak saya dan teman kantor yang juga merupakan teman deket bapak, kami juga masih satu desa, Cuma ada hal yang membuat saya dan bapak saya kecewa padanya, ketika komputer yang dibeli tidak sesuai dengan spesifikasi yang ada di nota pembelian, yaa komputer saya termasuk yang wahh dizamanya, yang ternyata procesornya ditukarkan dengan prosesor komputer miliknya yang dibawah punya saya karena punya saya keluaran terbaru. Kenapa hal kebohongan tersebut bisa diketahui oleh bapak saya?. Awalnya bapak saya curiga ketika komputer saya dirakit dirumahnya, komputer dia juga sedang dalam keadaan dibongkar, lalu bapak saya meminta bantuan kerabat kami yang juga guru saya di sekolah. Kebetulan beliau sholat jumat di masjid samping rumah, selesai sholat meminta bantuan beliau dan bapak menanyakan apakah isi perangkat dari komputer saya sesuai dengan spesifikasi di nota, ternyata prosesor didalamnya tidak sesuai, mungkin semua tahu bahwa prosesor adalah bagian terpenting dari sebuah komputer. Belajar dari hal tersebut saya punya tekad kuat, Jika Suatu Nanti Saya Punya Ilmu Yang Tinggi, Tidak Akan Saya Pergunakan Untuk Membodohi Orang Lain

 

No comments:

Post a Comment